Selamat Datang dan Semoga Bermanfaat STIKES Sarana Sistem Informasi Kesehatan: Juni 2011
Custom Search

Rabu, 22 Juni 2011

Implikasi Penerapan Kurikulum berbasis Kompetensi

Implikasi penerapan kurikulum berbasis kompetensi :
a. Kepada Guru dan Dosen
Guru harus mampu membimbing siswa/mahasiswa untuk menerapkan pelaksanaan kurikulum berbasis kompetensi ini dengan selalu melibatkan siswa/mahasiswa dalam proses belajar mengajar dikelas, sehingga siswa/mahasiswa aktif dalam proses pembelajaran. Didalam mengajar guru/dosen juga harus memilih metode sesuai dengan tingkat kesulitan materi dan tingkat pemahaman peserta didiknyanya. Sehingga siswa/mahasiswa akan lebih mudah dalam menguasai materi yang disampaikan oleh guru/dosen. Untuk meningkatkan prestasi belajar siswa/mahasiswa, guru/dosen melakukan hal sebagai berikut:
1. guru/dosen mampu mengkombinasikan metode – metode mengajar yang ada sehingga siswa tidak bosan dengan cara mengajar guru/dosen .
2. guru/dosen selalu transparan dalam memberikan nilai.
3. guru/dosen sering memanfaatkan multimedia dalam proses belajar mengajar.
4. Dalam menyampaikan materi guru/dosen tidak tergesa – gesa.

b. Kepada siswa/mahasiswa.
1. siswa/mahasiswa harus selalu aktif dalam proses belajar mengajar, karena dalam pe-laksanaan kurikulum berbasis kompetensi guru/dosen hanya membimbing dan mengarahkan siswa/mahasiswa.
2. siswa/mahasiswa harus mempersiapkan materi pelajaran sebelum guru/dosen mengajarkan pelajaran tersebut, sehingga proses pembelajaran menjadi lebih lancar.

Selasa, 21 Juni 2011

Sistem Informasi Stikes Muhammadiyah Gombong

Sistem informasi Stikes Muhammadiyah Gombong Menggunakan Sistem dari Produk Monsiska Produk MONSISKA perguruan tinggi (manajemen operasional sistem informasi keuangan dan akademik) terdiri :
1. aplikasi manajemen perencanaan (DURK)
2. aplikasi sistem keuangan (pemasukan, realisasi, laporan)
3. aplikasi pegawai dan karyawan termasuk absensi
4. aplikasi kemahasiswaan.
5. aplikasi sistem penerimaan mahasiswa baru.
6. aplikasi akademik, pembelajaran, krs dan khs, transkrip nilai
7. aplikasi system penggajian
8. aplikasi kekayaan dan aktiva (sarana dan prasarana)
9. dilengkapi dengan TV monitor dan web khusus mahasiswa

Sistem informasi ini digunakan untuk mempercepat dan mempermudah layanan kepada calon mahasiswa, mahasiswa aktif, lulusan serta pengguna internal yaitu dosen, karyawan sendiri di stikes muhammadiyah gombong.
Sistem informasi stikes muhammadiyah gombong mulai diperkenalkan sejak tahun 2009, pada perkembangannya mengalami berbagai perubahan semakin hari semakin baik dari fitur-fitur yang diperkenalkan sehingga mudah untuk di gunakan. Namun ada beberapa sedikit kendala jaringan internet sangat berpengaruh pada sistem ini.

Minggu, 19 Juni 2011

Problem Based Learning

by safrudin
A. Definisi
Problem Based Learning adalah salah satu metode belajar dengan menggunakan kasus/masalah sebagai trigger. Penyelesaian kasus tersebut dilakukan dengan diskusi dalam kelompok kecil yang terdiri dari 10-11 mahasiswa dengan 1 orang tutor sebagai fasilitator.

B. Manfaat
1. Kasus dapat diselesaikan dengan baik karena dikerjakan secara bersama-sama.
2. Dengan adanya diskusi maka berbagai pendapat yang disampaikan oleh anggota kelompok dapat menambah pengetahuan seluruh anggota kelompok.
3. Dengan menyelesaikan kasus yang sudah diberikan maka mahasiswa terbantu untuk lebih memahami materi yang sedang dipelajari serta terbantu untuk membuat ringkasan sehingga mempermudah belajar serta mengetahui gambaran situasi yang sebenarnya saat sudah terjun ke dunia praktek.
4. Mahasiswa saling membantu dalam mencapai learning objectives

C. Tujuan
1. Melatih kemampuan berkomunikasi dengan orang lain.
2. Melatih mahasiswa untuk mencapai metode pembelajaran students centred learning.
3. Menambah pengetahuan/informasi.
4. Saling membantu sesama anggota kelompok.

D. Isi PBL
PBL terdiri dari dua kali tutorial (diskusi kelompok kecil) dan satu kali diskusi panel narasumber. Konsep yang digunakan pada tutorial PBL adalah seven jumps. Kasus-kasus yang diberikan dalam tutorial terdiri dari potongan-potongan informasi dimana informasi-informasi tersebut pada akhirnya akan sampai pada diagnosis/penyelesaian kasus. Pemberian masing-masing informasi dilakukan oleh tutor atas permintaan mahasiswa yang disertai alasan kenapa mahasiswa tersebut menginginkan informasi tersebut. Bila sampai dengan tutorial ke dua masih ada sasaran belajar/pertanyaan yang tidak terjawab maka kedua hal tersebut akan dibawa ke diskusi panel narasumber, namun bila tidak ada permintaan/pertanyaan dari mahasiswa maka sesi diskusi panel narasumber akan ditiadakan. Sebelum pelaksanaan tutorial dilakukan pre-test untuk menilai kesiapan mahasiswa dan pre-test ini memiliki bobot nilai. Pada tutorial kedua, mahasiswa diwajibkan mengisi kuesioner sebagai feedback atas pelaksanaan tutorial yang sudah berjalan, pengisian ini dilakukan pada 10 menit sebelum tutorial kedua selesai. Kuesioner yang sudah diisi segera diserahkan pada tutor, dan tutor akan mengumpulkan pada administrator blok di ruang sekretariat blok.
Langkah-langkah dalam PBL:
1. Perkenalan kelompok (10 menit)
a. Tutor menyampaikan pengantar, memperkenalkan diri kepada mahasiswa
b. Tutor memimpin perkenalan antar anggota kelompok bila diskusi kelompok baru pertama kali dilakukan dan antara dosen dengan mahasiswa atau antar mahasiswa dalam kelompok belum saling mengenal)
2. Pemilihan moderator dan sekretaris serta penjelasan umum (5 menit)
a. Tutor memimpin pemilihan moderator dan sekretaris diskusi. Setiap skenario dipilih moderator dan sekretaris yang berbeda
b. Menjelaskan peran moderator dan sekretaris diskusi
c. Menjelaskan mekanisme yang baik dalam berdiskusi
3. Tutor menjelaskan apa yang harus dilakukan oleh kelompok (5 menit)
Tutor menjelaskan apa yang harus dilakukan oleh kelompok diskusi PBL dalam mendiskusikan setiap skenario, yaitu dengan menerapkan 7 jumps atau langkah-langkah pemecahan masalah lain yang relevan dengan masalah yang sedang didiskusikan
4. Mengamati diskusi (90 menit)
Selama mahasiswa berdiskusi, tutor mengamati jalannya diskusi dan memberi pengarahan bila terjadi masalah.
5. Tutor mengakhiri diskusi (5-10 menit)
a. Lima menit sebelum diskusi berakhir, tutor mengingatkan kepada moderator bahwa diskusi harus segera diselesaikan.
b. Pada akhir diskusi, tutor memberikan masukan-masukan tentang diskusi yang baru saja berlangsung, seperti sistematika diskusi, partisipasi anggota kelompok, ringkasan hasil diskusi, dan lain-lain.



Yang perlu diperhatikan dalam diskusi kelompok adalah diterapkannya 7 langkah (seven jumps) untuk memecahkan permasalahan, yaitu:
1. Klarifikasi (kejelasan) istilah dan konsep
2. Menetapkan definisi atau batasan permasalahan yang tepat
3. Menganalisa permasalahan
4. Menyusun urutan berbagai penjelasan mengenai permasalahan
5. Merumuskan tujuan belajar
6. Belajar mandiri secara individual atau kelompok
7. Menarik kesimpulan atau mengambil sistem informasi yang dibutuhkan dari informasi yang ada

E. Laporan
Laporan PBL terdiri dari hasil akhir dari 2 kali diskusi tutorial. Format laporan PBL sama seperti laporan PBL pada blok yang sudah berjalan. Daftar pustaka/referensi disertakan dan bukti dari referensi tersebut dimasukkan dalam lampiran. Laporan dijilid dengan cover berwarna hijau, dibuat 2 copy, salah satunya diberikan pada tim blok sebagai arsip,sisanya diberikan pada tutor untuk dinilai.

F. Penilaian
Komponen penilaian PBL adalah 15 % terdiri dari diskusi yang dinilai dengan borang yang sama untuk penilaian diskusi oleh blok-blok lainnya (10 %), dan laporan PBL (2 %), sikap (2 %) serta pretest (1%). Baik diskusi maupun laporan dinilai oleh tutor yang sama. Laporan PBL dikumpulkan maksimal 3 hari setelah diskusi panel narasumber, cukup 1 laporan untuk setiap kelompok

Kamis, 16 Juni 2011

TEORI KOMPETENSI

by Feraliza
A. PENGERTIAN KOMPETENSI

Kompetensi adalah seperangkat tingkah laku, keterampilan dan pengetahuan tertentu yang menjadi syarat utama dan elemen kunci bagi lahirnya kepemimpinan yang efektif dan efisien (Siagian,1997).
Secara umum kompetensi dipahami sebagai sebuah kombinasi antara keterampilan (skill), atribut personal dan pengetahuan (knowledge) yang tercermin melalui perilaku kinerja (job behavior) yang dapat diamati, diukur dan dievaluasi.
Kompetensi adalah kemampuan dan karakteristik yang dimiliki oleh seseorang berupa pengetahuan, keterampilan, dan sikap perilaku yang diperlukan dalam pelaksanaan tugas jabatannya, sehingga dapat melaksanakan tugasnya secara profesional, efektif dan efisien serta sesuai dengan standar kinerja yang diisyaratkan. (Depkes RI, 2006)
B. PERBEDAAN KONSEP KOMPETENSI
1. Menurut Inggris
Menurut konsep Inggris, kompetensi dipakai di tempat kerja dalam berbagai cara. Pelatihan sering berbasiskan kompetensi. Sistem National Council Vocational Qualification (NCVQ) didasarkan pada standar kompetensi. Kompetensi juga digunakan dalam manajemen imbalan, sebagai contoh, dalam pembayaran berdasarkan kompetensi.
Pendapat yang hampir sama dengan konsep Inggris dikemukakan oleh Kravetz (2004), bahwa kompetensi adalah sesuatu yang seseorang tunjukkan dalam kerja setiap hari. Fokusnya adalah pada perilaku di tempat kerja, bukan sifat-sifat kepribadian atau keterampilan dasar yang ada di luar tempat kerja
2. Menurut Amerika Serikat – Model Awal dalam Pendidikan
Umumnya, orang sepakat bahwa pendidikan berbasis kompetensi berakar dari pendidikan guru, yang biasanya disebut sebagai CBET ( Competency-based Eductation and Training ). Pengembangan dipercepat oleh pendanaan dari US Office of Education untuk mengembangkan model program pelatihan bagi guru-guru sekolah dasar. Model ini dikenal sebagai pendidikan guru berbasis kompetensi atau Performance-Based Teacher Education (PBTE) (Shirley Fletcher, 2005).

C. JENIS-JENIS KOMPETENSI
Kompetensi ada dua tipe, yakni :
1. Soft Competency
Yaitu jenis kompetensi yang berkaitan erat dengan kemampuan untuk mengelola proses pekerjaan, hubungan antar manusia serta membangun interaksi dengan orang lain. Contoh : leadership, communication, interpersonal relation, dll
2. Hard Competency
Yaitu jenis kompetensi yang berkaitan dengan kemampuan fungsioanal atau teknis suatu pekerjaan. Dengan kata lain komptetensi ini berkaitan dengan seluk beluk teknis yang berkaitan dengan pekerjaan yang ditekuni.
Contoh : electric engineering, marketing research, financial analiysis, manpower planning, dll

D. FUNGSI DAN MANFAAT KOMPETENSI
Secara umum kompetensi berfungsi sebagai parameter tingkat kemajuan suatu bidang kerja yang digunakan untuk uji kualitas seseorang yang telah mendalami suatu bidang kerja tertentu. Kompetensi bermanfaat untuk mengembangkan kualitas anggota, dan kompetensi kualitas Sumber Daya Manusia dalam organisasi dapat diukur.

E. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KOMPETENSI
Kompetensi dipengaruhi oleh faktor-faktor :
1. Pendidikan
2. Pelatihan
3. Pengembangan karir
4. Imbalan berdasarkan kompetensi
5. Seleksi
6. Petunjuk strategik, dll

F. KUADRAN KOMPETENSI MANUSIA
Penjelasan, untuk menghadapi orang:
1. Kompetensi rendah, dan motivasi rendah
Pemimpin harus bersikap sebagai trainer/coach, peran pemimpin adalah
memberikan penjelasan sampai ke teknis dan bimbingan secara spirit.
2. Kompetensi tinggi, tetapi motivasi rendah
Pemimpin harus bersikap sebagai motivator, di sini penekanan untuk bimbingan secara teknis tidak perlu dilakuan terlalu dalam. Tetapi penekanannya adalah untuk memotivasi mereka dan membangkitkan inisatif. Karena orang seperti ini kurang inisatif dan motivasi. Butuh kontrol yang cukup tinggi.
3. Motivasi tinggi, tetapi kompetensi rendah
Pemimpin bersikap sebagai tentor dan controller individu hanya perlu diajari masalah teknis dan diberi sedikit kepercayaan maka orang-orang seperti ini bisa jalan, selain itu kemauan belajarnya lebih bisa diandalkan. Tinggal dikontrol saja.
4. Motivasi tinggi dan kompetensi tinggi
Tugas pemimpin adalah sebagai delegator dan ditambah sedikit kontrol. Berikan kepercayaan yang lebih pada orang-orang seperti ini. Selain kompetensi tinggi, merka juga punya daya juang dan inisiatif yang tinggi. Tugas pimpinan adalah mendelegasikan job saja.

G. CARA MEMBANGUN KOMPETENSI
Tahap pertama :
Bila suatu perusahaan/institusi hendak membangun Competency-based Human Resurce Management (CBHRM) maka harus menyusun direktori kompetensi serta profil kompetensi per posisi. Dalam proses ini, dirancanglah daftar jenis kompetensi baik berupa soft dan hard competency yang dibutuhkan oleh perusahaan tersebut, serta indikator perilaku dan levelisasi (penjenjangan level) untuk setiap jenis kompetensi.
Tahap kedua
Tahap ini merupakan tahap yang paling kritikal, yakni tahap competency assesment untuk setiap individu karyawan dalam perusahaan itu. Tahap ini wajib dilakukan sebab setelah kita memiliki direktori kompetensi beserta dengan kebutuhan kompetensi per posisi, maka kita perlu mengetahui dimana level kompetensi para karyawan kita.
Ada beberapa metode untuk mengevaluasi level kompetensi, yakni :
1. Kuisioner kompetensi :
Atasan, rekan kerja, bawahan menilai level komoetensi karyawan tertentu dengan menggunakan kuisioner kompetensi. Kuisioner ini didesain dengan mengacu kepada direktori kompetensi serta indikator perilaku per kompetensi yang telah disusun pada fase sebelumnya.
2. Competency assesment center
Karyawan diminta untuk melakukan bermacam-macam tugas seperti ; simulasi peran, memecahkan suatu kasus atau menyusun skala prioritas pekerjaan, kemudian dievaluasi oleh para evaluator. Metode ini butuh waktu dan biaya yang besar.
3. Sertifikasi competency
Dilakukan dengan menerapkan sertifikasi kompetensi yang dikeluarkan oleh suatu badan yang independen dan kredibel.

Tahap ketiga
Penerapan CBHRM dengan memanfaatkan hasil level assesmen kompetensi yang telah dilakukan untuk diaplikasikan pada setiap fungsi manajemen SDM, mulai dari fungsi rekrutmen, manajemen karir, pelatihan, hingga sistem renumerasi.
H. MENILAI BERDASARKAN KOMPETENSI DAN MANFAATNYA
Ada empat model penilaian kompetensi, yakni :
1. Wawancara.
Digunakan untuk mengetahui tingkat pemahaman yang dimiliki oleh individu, biasanya terkait sikap, motivasi dan kepribadian yang sulit diukur dengan objektif
2. Tes tertulis.
Untuk mengukur daya ingat dan pengertian individu terhadap suatu materi
3. Praktek
Untuk mengetahui kemampuan teknik individu, juga untuk mengetahui tingkat memampuan individu apakah sesuai dengan kompetensi yang kita ujikan
4. Laporan
Merupakan akumulasi dari keseluruhan elemen penilaian.
Menurut Robin (1996), bahwa seseorang yang kompeten dalam bidang tertentu tidak akan selamanya akan tetap kompeten apabila tidak diperbaharui dan disesuaikan dengan kebutuhan, karena kompetensi dapat mengalami kemunduran dan menjadi ketinggalan zaman. Oleh karena itu suatu organisasi mutlak melaksanakan pelatihan formal.

Manfaat menilai/uji kompetensi adalah :
1. Mengukur kontribusi individu terhadap organisasi
2. Mengukur kontribusi kelompok terhadap organisasi
3. Mengidentifikasi kebutuhan training
4. Melihat hasil belajar
5. Memberikan sertifikat kompetensi yang telah dicapai

TEORI KOMPETENSI

vy feraliza
A. PENGERTIAN KOMPETENSI

Kompetensi adalah seperangkat tingkah laku, keterampilan dan pengetahuan tertentu yang menjadi syarat utama dan elemen kunci bagi lahirnya kepemimpinan yang efektif dan efisien (Siagian,1997).
Secara umum kompetensi dipahami sebagai sebuah kombinasi antara keterampilan (skill), atribut personal dan pengetahuan (knowledge) yang tercermin melalui perilaku kinerja (job behavior) yang dapat diamati, diukur dan dievaluasi.
Kompetensi adalah kemampuan dan karakteristik yang dimiliki oleh seseorang berupa pengetahuan, keterampilan, dan sikap perilaku yang diperlukan dalam pelaksanaan tugas jabatannya, sehingga dapat melaksanakan tugasnya secara profesional, efektif dan efisien serta sesuai dengan standar kinerja yang diisyaratkan. (Depkes RI, 2006)
B. PERBEDAAN KONSEP KOMPETENSI
1. Menurut Inggris
Menurut konsep Inggris, kompetensi dipakai di tempat kerja dalam berbagai cara. Pelatihan sering berbasiskan kompetensi. Sistem National Council Vocational Qualification (NCVQ) didasarkan pada standar kompetensi. Kompetensi juga digunakan dalam manajemen imbalan, sebagai contoh, dalam pembayaran berdasarkan kompetensi.
Pendapat yang hampir sama dengan konsep Inggris dikemukakan oleh Kravetz (2004), bahwa kompetensi adalah sesuatu yang seseorang tunjukkan dalam kerja setiap hari. Fokusnya adalah pada perilaku di tempat kerja, bukan sifat-sifat kepribadian atau keterampilan dasar yang ada di luar tempat kerja
2. Menurut Amerika Serikat – Model Awal dalam Pendidikan
Umumnya, orang sepakat bahwa pendidikan berbasis kompetensi berakar dari pendidikan guru, yang biasanya disebut sebagai CBET ( Competency-based Eductation and Training ). Pengembangan dipercepat oleh pendanaan dari US Office of Education untuk mengembangkan model program pelatihan bagi guru-guru sekolah dasar. Model ini dikenal sebagai pendidikan guru berbasis kompetensi atau Performance-Based Teacher Education (PBTE) (Shirley Fletcher, 2005).

C. JENIS-JENIS KOMPETENSI
Kompetensi ada dua tipe, yakni :
1. Soft Competency
Yaitu jenis kompetensi yang berkaitan erat dengan kemampuan untuk mengelola proses pekerjaan, hubungan antar manusia serta membangun interaksi dengan orang lain. Contoh : leadership, communication, interpersonal relation, dll
2. Hard Competency
Yaitu jenis kompetensi yang berkaitan dengan kemampuan fungsioanal atau teknis suatu pekerjaan. Dengan kata lain komptetensi ini berkaitan dengan seluk beluk teknis yang berkaitan dengan pekerjaan yang ditekuni.
Contoh : electric engineering, marketing research, financial analiysis, manpower planning, dll

D. FUNGSI DAN MANFAAT KOMPETENSI
Secara umum kompetensi berfungsi sebagai parameter tingkat kemajuan suatu bidang kerja yang digunakan untuk uji kualitas seseorang yang telah mendalami suatu bidang kerja tertentu. Kompetensi bermanfaat untuk mengembangkan kualitas anggota, dan kompetensi kualitas Sumber Daya Manusia dalam organisasi dapat diukur.

E. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KOMPETENSI
Kompetensi dipengaruhi oleh faktor-faktor :
1. Pendidikan
2. Pelatihan
3. Pengembangan karir
4. Imbalan berdasarkan kompetensi
5. Seleksi
6. Petunjuk strategik, dll

Method 123: empowering managers to succed

As a Project Manager, you are always pushed to deliver your projects on time. Not a day goes by that you don't worry about whether you are behind schedule. To help you out, read these...
5 Steps to Delivering Your Projects
On a project, it is easy to get bogged down with the details and forget about the "helicopter view". You need to take these 5 steps...
Step 1: Define the Goal
Start by setting goals for the project. Sounds easy —but have you actually documented the end goal for your project? Have you specified the objectives, scope and deliverables in a Project Charter?
A Project Charter is like an architectural drawing for a building project. It tells the builder what the end result is going to look like, so the client knows what they will receive and the project manager knows what has to be delivered and by when.
It helps you to direct your team towards the end goal, so everyone is on the same page.
Step 2: Plan the Roadmap
With your end goal defined, the next step is to create a project plan that sets out the path ahead. List all of the phases, activities and tasks for the entire project.
Include delivery milestones and make sure that the right people are allocated to the right tasks so that everyone knows what they are responsible for.
With a concrete plan ahead, you can feel confident about delivering within the timeframe set. Without a concrete plan, no one knows what has to be done and by when, leading to chaos and mayhem (i.e. the usual project environment)!
Step 3: Manage Time Spent
Once you've communicated the plan, you then need to ensure that everyone is working on the planned tasks and not tasks unrelated to the end goal. It's so easy to go off-track on projects because you have lots to do and such little time.
Use timesheets to help your team track time spent. If your team spend more time than that assigned and the task is still not complete, then you will need to investigate why this has occurred and resolve the problems quickly.
Step 4: Keep a Helicopter View
To accurately monitor and report on the project at a helicopter level, you need a crystal clear picture of the project delivery against schedule.
Use smart software to help you get a helicopter view of your project by viewing a dashboard that tells you whether you are on time and under budget, every day of the week (without having to create complex spreadsheets or reports).
You need to know for every task in your project plan, whether it is under / on / over schedule. Only with this detailed knowledge can you control the status of the project and fix problems when they occur, to keep your project on track.
Step 5: Going "Belly Up"
So you've done all this but your project is going belly up (i.e. slipping). What then? Well the first step is to investigate the reasons why. It may be that the scope of the project has grown from that originally agreed, or you have encountered complexities that were not identified when you started, or that the plan was too aggressive in the first place.
Regardless, you need to 1) Stop 2) Investigate 3) Resolve 4) Report. You may need to redefine the scope of the project, hire additional resources to help out, or agree with the customer on a new delivery date.
You can do all this easily, using ProjectManager.com
Tools that Help you
We're often asked: "Which tools should I use to deliver projects on time?"
So here you go...
Software

You need software to tell you the status of your project, every day, to enable you to manage properly.
Smart software like ProjectManager.com tells you whether you're on time and under budget and it also helps you with team communication.
Templates

As well as software to tell you whether you're on track, you need tools to save you time.
Templates like those from Method123.com are a must for any Project Manager. If you have to document something then why start from scratch?
Save time and effort by using pre-filled templates.
It's faster and better than Googling every time you need something!
Methodology

If you want your team to improve the way projects are run, then you need a methodology, like MPMM.com
That way, you can all follow the same steps to deliver projects, making the team more efficient along the way.
Software, templates and a methodology help you manage projects easily, giving you the right tools at your fingertips

KEPEMIMPINAN TRANSAKSIONAL DAN TRANFORMATIONAL

by safrudin
Kepemimpinan Transaksional versus translasi Outhwaite (2003) mengutip definisi dari kepemimpinan transaksional dan transformasional diasumsikan oleh Bass pada tahun 1990. kepemimpinan transaksional melibatkan keterampilan yang dibutuhkan dalam tiap hari efektif untuk menjalankan tim. Namun, kepemimpinan transformasional melibatkan bagaimana supaya tim terpadu bekerja sama dan melakukan pendekatan inovasi kepada mereka untuk pekerjaan (Outhwaite, 2003). Sebagai contoh, seorang pemimpin dapat memberdayakan anggota tim dengan memberikan kesempatan kepada individu-individu untuk memimpin aspek-aspek tertentu dari proyek berdasarkan bidang keahlian mereka. Hal ini akan mendorong pengembangan keterampilan kepemimpinan individu. Selain itu, pemimpin harus mengeksplorasi dan mengidentifikasi hambatan konflik ketika mereka muncul, dan kemudian bekerja sama dengan tim untuk mengatasinya (Outhwaite, 2003). Selain itu, pemimpin harus tetap menjadi bagian dari tim, berbagi dalam pekerjaan, sehingga dekat dengan kegiatan karyawan dan mampu memahami perspektif karyawan (Outhwaite, 2003).
Kepemimpinan transaksional berfokus pada penyediaan perawatan sehari-hari, sementara kepemimpinan transformasional lebih difokuskan pada proses yang memotivasi pengikutnya untuk melakukan potensi penuh mereka dengan mempengaruhi perubahan dan memberikan arah (Cook, 2001). Kemampuan seorang pemimpin untuk mengartikulasikan sebuah visi bersama merupakan aspek penting dari kepemimpinan transformasional (Faugier & Woolnough, 2002). kepemimpinan transaksional yang paling berkaitan dengan pengelolaan prediktabilitas dan ketertiban, sedangkan pemimpin transformasional mengakui pentingnya menantang status quo (Faugier & Woolnough,2002). Satu kelompok dari penulis menggambarkan penggunaan kepemimpinan transformasional oleh rumah sakit Magnet (De Geest, Claessens, Longerich, & Schubert, 2003). Gaya kepemimpinan ini memungkinkan untuk menanamkan keyakinan dan menghormati, memperlakukan karyawan sebagai individu, inovasi dalam pemecahan masalah, transmisi nilai-nilai dan prinsip-prinsip etika, dan penyediaan menantang tujuan saat berkomunikasi visi untuk masa depan (De Geest, et al., 2003) . Kepemimpinan Transformasional ini terutama cocok untuk cepat-perubahan lingkungan kesehatan saat ini peduli di mana adaptasi sangat penting. Penulis mengutip temuan bahwa gaya kepemimpinan secara positif berhubungan dengan kepuasan karyawan yang lebih tinggi dan kinerja yang lebih baik. Ini, pada gilirannya, berkorelasi positif dengan kepuasan pasien tinggi (De Geest, et al., 2003). Salah satu cara untuk memfasilitasi perubahan dengan kepemimpinan transformasional melibatkan penggunaan tindakan belajar (De Geest, et al., 2003). Pemimpin menggunakan direktif, suportif, demokratis, dan memungkinkan metode untuk melaksanakan dan mempertahankan perubahan. Pengaruh kepemimpinan seperti itu akan memancarkan untuk hasil yang lebih baik untuk kedua perawat dan pasien.
kepemimpinan Transformasional berfokus pada proses interpersonal antara para pemimpin dan pengikut dan didorong oleh pemberdayaan (Hyett, 2003). Diberdayakan perawat mampu sendiri percaya pada kemampuan mereka untuk menciptakan dan beradaptasi terhadap perubahan. Bila menggunakan pendekatan tim untuk kepemimpinan, penting untuk menetapkan batas-batas, tujuan, akuntabilitas, dan mendukung anggota tim (Hyett, 2003). Kepemimpinan transformasional dipandang sebagai memberdayakan, namun manajer perawat harus menyeimbangkan penggunaan kekuasaan secara demokratis untuk menghindari munculnya penyalahgunaan kekuasaan (Welford, 2002). Menghormati dan kepercayaan staf oleh pemimpin sangat penting.

Klinis atau Dibagi Pemerintahan tata kelola klinis adalah cara baru yang bekerja di National Health Service (NHS) organisasi bertanggung jawab untuk perbaikan mutu berkelanjutan, pengamanan standar perawatan, dan menciptakan lingkungan klinis yang terbaik (Moiden, 2002). Persyaratan beberapa kebijakan pemerintah Inggris baru mengharuskan bentuk-bentuk baru kepemimpinan yang lebih baik yang mencerminkan keragaman tenaga kerja dan masyarakat dikembangkan (Scott & Caress, 2005). Kepemimpinan perlu diperkuat dan kebutuhan untuk melibatkan semua staf di kepemimpinan klinis. tata kelola bersama adalah salah satu cara yang memungkinkan untuk ini. Bentuk kepemimpinan memberdayakan seluruh staf untuk proses pengambilan keputusan, dan memungkinkan staf untuk bekerja sama untuk mengembangkan layanan multi-profesional (Scott & Caress, 2005). Pemerintahan desentralisasi adalah gaya manajemen di mana semua anggota tim memiliki tanggung jawab dan manajer adalah fasilitatif, daripada menggunakan gaya manajemen hirarkis di mana manajer mengendalikan dan staf tidak terlibat dalam pengambilan keputusan (Scott & Caress, 2005). Scott dan Caress (2005) berpendapat bahwa jenis kepemimpinan akan menyebabkan peningkatan moral dan kepuasan kerja, peningkatan motivasi dan kontribusi staf, mendorong kreativitas, dan meningkatkan rasa berharga.

Pengetahuan, Sikap, dan Keterampilan dari Pemimpin Perawat Efektif
Seorang pemimpin keperawatan klinis adalah orang yang terlibat dalam perawatan pasien yang langsung dan terus meningkatkan pelayanan dengan mempengaruhi orang lain (Cook, 2001). Kepemimpinan bukan hanya serangkaian keterampilan atau tugas, melainkan merupakan sikap yang menginformasikan perilaku (Cook, 2001). Beberapa fungsi penting dari seorang pemimpin perawat adalah: bertindak sebagai model peran, kolaborasi untuk memberikan perawatan yang optimal, penyediaan informasi dan dukungan, memberikan perawatan berdasarkan teori dan penelitian, dan menjadi advokat untuk pasien dan organisasi perawatan kesehatan (Mahoney, 2001 ). Selain itu, pemimpin perawat harus memiliki pengetahuan manajemen, komunikasi, dan keterampilan kerja sama tim, serta beberapa latar belakang dalam ekonomi kesehatan, keuangan, dan hasil berbasis bukti (Mahoney, 2001). kualitas pribadi yang diinginkan dalam diri seorang pemimpin perawat meliputi kompetensi, kepercayaan diri, keberanian, kolaborasi, dan kreativitas. Pemimpin Perawat harus menyadari perubahan lingkungan dan membuat perubahan secara proaktif. Pemimpin yang menunjukkan perhatian terhadap kebutuhan dan tujuan anggota staf dan sadar akan kondisi yang mempengaruhi lingkungan kerja akan mendorong produktivitas (Moiden, 2003). Dalam melakukan hal ini, penting bahwa filsafat produktivitas didirikan.
Menurut Jooste (2004), tiga hal yang penting untuk kepemimpinan adalah kewenangan, kekuasaan, dan pengaruh. Para pemimpin yang efektif saat ini harus menggunakan pengaruh dan otoritas yang lebih kurang dan kekuasaan. Hal ini lebih penting untuk dapat memotivasi, membujuk, menghargai, dan negosiasi daripada menggunakan hanya kekuasaan. Penulis menyebutkan tiga kategori pengaruh bagi pemimpin perawat untuk digunakan dalam menciptakan lingkungan perawatan suportif. Ini termasuk model dengan memberikan contoh, membangun hubungan yang penuh perhatian, dan mentoring oleh instruksi (Jooste, 2004). Selain itu, Jooste daftar lima praktik mendasar bagi kepemimpinan yang baik termasuk menginspirasi visi bersama, yang memungkinkan orang lain untuk bertindak, menantang proses, pemodelan, dan mendorong. Sebagai contoh, seorang pemimpin bisa menantang orang lain untuk bertindak dengan mengakui kontribusi dan dengan mengembangkan kerjasama. Menyadari kontribusi juga berfungsi untuk mendorong karyawan dalam pekerjaan mereka. Tim kepemimpinan bergerak fokus dari pemimpin terhadap tim secara keseluruhan (Jooste, 2004).

Aplikasi untuk Praktek Pengaturan Hyett dijelaskan beberapa hambatan pengunjung kesehatan mengambil peran kepemimpinan (2003). Misalnya, pengunjung kesehatan biasanya bekerja di lingkungan yang dipimpin diri, namun mungkin tidak ada mekanisme kontrol diri atau pengambilan keputusan pada titik pelayanan-sehingga menyesakkan inovasi (Hyett, 2003). Selain itu, jika perawat yang mencoba memulai perubahan tidak didukung, mereka kehilangan kepercayaan diri dan ketegasan dan mungkin merasa tidak berdaya dan tidak dapat mendukung satu sama lain (Hyett, 2003). Manajemen sering berfokus pada volume pelayanan yang diberikan, yang menyebabkan hilangnya harga diri dan menyebabkan ketergantungan-pekerja untuk menjadi mengganggu, atau untuk meninggalkan organisasi (Hyett, 2003).
grup data Fokus dari penelitian terhadap pelaksanaan perubahan di sebuah panti jompo perawat ingin menunjukkan bahwa seorang pemimpin dengan drive, antusiasme, dan kredibilitas-bukan hanya keunggulan (Rycroft-Malone, et al., 2004). Selanjutnya, fokus anggota kelompok diidentifikasi kualitas yang diinginkan dalam diri seorang pemimpin memfasilitasi perubahan. Orang ini harus memiliki pengetahuan tentang proyek kolaboratif, harus memiliki status dengan tim, harus mampu mengelola orang lain, mengambil pendekatan positif untuk manajemen, dan memiliki kemampuan manajemen yang baik (Rycroft-Malone, et al., 2004).
Aplikasi untuk Kesehatan yang lebih luas dan Konteks Sosial
Perawat fungsi pemimpin di semua tingkatan keperawatan dari lingkungan melalui manajemen keperawatan atas. Seiring waktu, fungsi kepemimpinan telah berubah dari salah satu wewenang dan kuasa untuk salah satu yang kuat tanpa terlalu kuat (Jooste, 2004). Batas antara atas, tengah, dan pemimpin tingkat yang lebih rendah menjadi kabur, dan tanggung jawab menjadi kurang statis dan lebih fleksibel di alam. Dengan kata lain, ada kecenderungan menuju desentralisasi tanggung jawab dan kewenangan dari atas ke tingkat yang lebih rendah dari penyediaan layanan kesehatan (Jooste, 2004).
Program berkelanjutan kepemimpinan politik di Royal College of Nursing menjelaskan model multi-langkah untuk mempengaruhi politik (Thomas, Billington & Getliffe, 2004). Beberapa langkah-langkah meliputi: mengidentifikasi masalah yang akan diubah, mengubah masalah itu menjadi sebuah proposal untuk perubahan, menemukan dan berbicara dengan para pendukung dan para pemangku kepentingan untuk mengembangkan suara kolektif, identifikasi hasil perubahan kebijakan yang diinginkan, dan konstruksi pesan yang mendapatkan masalah di seberang ( Thomas et al., 2004).

Pendidikan untuk Kepemimpinan Agar praktek keperawatan untuk meningkatkan, investasi harus dilakukan dalam mendidik perawat menjadi pemimpin yang efektif (Cook, 2001). Cook berpendapat bahwa kepemimpinan harus diperkenalkan dalam kurikulum keperawatan persiapan awal, dan mentoring harus tersedia bagi calon pemimpin perawat (2001). Sebagai contoh, penggunaan praktik berbasis bukti membutuhkan perawat untuk dapat menilai bukti dan merumuskan solusi berdasarkan bukti-bukti terbaik yang tersedia (Cook, 2001). Agar hal ini terjadi, adalah penting bahwa perawat mempunyai persiapan pendidikan untuk kepemimpinan selama pelatihan untuk mempersiapkan mereka untuk memiliki pemahaman yang lebih besar dan pengendalian peristiwa yang mungkin terjadi selama situasi kerja (Moiden, 2002).
NHS telah mengadopsi Memimpin Diberdayakan Organisasi (LEO) proyek dalam rangka mendorong penggunaan kepemimpinan transformasional (Moiden, 2002). Dengan demikian, tujuannya adalah untuk memungkinkan para profesional untuk memberdayakan diri mereka sendiri dan orang lain melalui tanggung jawab, wewenang, dan akuntabilitas. Program ini juga bertujuan untuk membantu para profesional mengembangkan otonomi, mengambil risiko, memecahkan masalah, dan mengartikulasikan tanggung jawab (Moiden, 2002). Strategi seperti Memimpin dan Memberdayakan Organisasi (LEO) program dan RCN klinis Pemimpin Program ini dirancang untuk menghasilkan pemimpin dalam keperawatan yang menyadari manfaat dari kepemimpinan transformasional (Faugier & Woolnough, 2002).

Tantangan dan Peluang untuk Merangsang Perubahan Kesehatan lingkungan terus berubah dan tantangan baru yang menghasilkan pemimpin perawat harus bekerja dalam (Jooste, 2004). Kepemimpinan melibatkan memungkinkan orang untuk menghasilkan hal-hal yang luar biasa ketika sedang berhadapan dengan tantangan dan perubahan (Jooste, 2004). Meskipun manajemen di masa lalu mengambil pendekatan, langsung hirarki kepemimpinan, sudah tiba saatnya untuk gaya kepemimpinan yang lebih baik yang mencakup dorongan, mendengarkan, dan memfasilitasi (Hyett, 2003). Hyett (2003, hal 231) mengutip Yoder-Wise (1999) mendefinisikan kepemimpinan sebagai sebagai "kemampuan untuk menciptakan sistem baru dan metode untuk mencapai visi yang diinginkan". Hari ini, kepercayaan adalah bahwa siapa pun dapat menjadi pemimpin-pemimpin adalah seperangkat dipelajari keterampilan dan praktek (Hyett, 2003). Semua perawat harus menampilkan keterampilan kepemimpinan seperti kemampuan beradaptasi, percaya diri, dan penilaian dalam penyediaan layanan kesehatan (Hyett, 2003).
Harapannya adalah bahwa perawat perawatan memimpin, dan bahwa mereka dapat bergerak antara terkemuka dan berikut sering (Hyett, 2003). Memberdayakan Pasien untuk Berpartisipasi dalam Proses Pembuatan Keputusan Hanya ketika pelayanan perawatan kesehatan baik-dipimpin akan mereka bisa mengelola dengan baik dalam memenuhi kebutuhan pasien (Fradd, 2004). Perawat memiliki pengaruh yang cukup besar pada pengalaman pasien keterlibatan pasien dalam perawatan yang paling sering perawat yang dipimpin (Fradd, 2004). Hari ini, pasien lebih sadar akan kebutuhan mereka sendiri perawatan kesehatan dan lebih baik informasi tentang perawatan dan praktik. Ini membutuhkan perawat untuk menjadi lebih baik dilengkapi dengan analitis dan keterampilan ketegasan (Welford, 2002). kepemimpinan Transformasional sangat ideal untuk praktek keperawatan saat ini seperti berusaha untuk memenuhi kebutuhan, dan melibatkan kedua pemimpin dan pengikut dalam memenuhi kebutuhan (Welford, 2002). Hal ini juga fleksibel memungkinkan pemimpin untuk beradaptasi dalam situasi yang bervariasi. Pemimpin menerima bahwa segala sesuatu akan berubah sering, dan pengikutnya akan menikmati fleksibilitas ini. Jadi baik perawat dan pasien akan mendapatkan keuntungan. Menghindari hirarki dan kemampuan untuk bekerja dengan cara-cara baru membantu organisasi menempatkan sumber daya bersama-sama untuk menciptakan nilai tambah bagi karyawan dan konsumen (Welford, 2002). Selanjutnya, penggunaan kepemimpinan transformasional perawat memungkinkan tim untuk meningkatkan peran mereka sebagai guru atau advokat (Welford, 2002)

KEPEMIMPINAN TRANSAKSIONAL DAN TRANFORMATIONAL

by safrudin
Kepemimpinan Transaksional versus translasi Outhwaite (2003) mengutip definisi dari kepemimpinan transaksional dan transformasional diasumsikan oleh Bass pada tahun 1990. kepemimpinan transaksional melibatkan keterampilan yang dibutuhkan dalam tiap hari efektif untuk menjalankan tim. Namun, kepemimpinan transformasional melibatkan bagaimana supaya tim terpadu bekerja sama dan melakukan pendekatan inovasi kepada mereka untuk pekerjaan (Outhwaite, 2003). Sebagai contoh, seorang pemimpin dapat memberdayakan anggota tim dengan memberikan kesempatan kepada individu-individu untuk memimpin aspek-aspek tertentu dari proyek berdasarkan bidang keahlian mereka. Hal ini akan mendorong pengembangan keterampilan kepemimpinan individu. Selain itu, pemimpin harus mengeksplorasi dan mengidentifikasi hambatan konflik ketika mereka muncul, dan kemudian bekerja sama dengan tim untuk mengatasinya (Outhwaite, 2003). Selain itu, pemimpin harus tetap menjadi bagian dari tim, berbagi dalam pekerjaan, sehingga dekat dengan kegiatan karyawan dan mampu memahami perspektif karyawan (Outhwaite, 2003).
Kepemimpinan transaksional berfokus pada penyediaan perawatan sehari-hari, sementara kepemimpinan transformasional lebih difokuskan pada proses yang memotivasi pengikutnya untuk melakukan potensi penuh mereka dengan mempengaruhi perubahan dan memberikan arah (Cook, 2001). Kemampuan seorang pemimpin untuk mengartikulasikan sebuah visi bersama merupakan aspek penting dari kepemimpinan transformasional (Faugier & Woolnough, 2002). kepemimpinan transaksional yang paling berkaitan dengan pengelolaan prediktabilitas dan ketertiban, sedangkan pemimpin transformasional mengakui pentingnya menantang status quo (Faugier & Woolnough,2002). Satu kelompok dari penulis menggambarkan penggunaan kepemimpinan transformasional oleh rumah sakit Magnet (De Geest, Claessens, Longerich, & Schubert, 2003). Gaya kepemimpinan ini memungkinkan untuk menanamkan keyakinan dan menghormati, memperlakukan karyawan sebagai individu, inovasi dalam pemecahan masalah, transmisi nilai-nilai dan prinsip-prinsip etika, dan penyediaan menantang tujuan saat berkomunikasi visi untuk masa depan (De Geest, et al., 2003) . Kepemimpinan Transformasional ini terutama cocok untuk cepat-perubahan lingkungan kesehatan saat ini peduli di mana adaptasi sangat penting. Penulis mengutip temuan bahwa gaya kepemimpinan secara positif berhubungan dengan kepuasan karyawan yang lebih tinggi dan kinerja yang lebih baik. Ini, pada gilirannya, berkorelasi positif dengan kepuasan pasien tinggi (De Geest, et al., 2003). Salah satu cara untuk memfasilitasi perubahan dengan kepemimpinan transformasional melibatkan penggunaan tindakan belajar (De Geest, et al., 2003). Pemimpin menggunakan direktif, suportif, demokratis, dan memungkinkan metode untuk melaksanakan dan mempertahankan perubahan. Pengaruh kepemimpinan seperti itu akan memancarkan untuk hasil yang lebih baik untuk kedua perawat dan pasien.
kepemimpinan Transformasional berfokus pada proses interpersonal antara para pemimpin dan pengikut dan didorong oleh pemberdayaan (Hyett, 2003). Diberdayakan perawat mampu sendiri percaya pada kemampuan mereka untuk menciptakan dan beradaptasi terhadap perubahan. Bila menggunakan pendekatan tim untuk kepemimpinan, penting untuk menetapkan batas-batas, tujuan, akuntabilitas, dan mendukung anggota tim (Hyett, 2003). Kepemimpinan transformasional dipandang sebagai memberdayakan, namun manajer perawat harus menyeimbangkan penggunaan kekuasaan secara demokratis untuk menghindari munculnya penyalahgunaan kekuasaan (Welford, 2002). Menghormati dan kepercayaan staf oleh pemimpin sangat penting.

Klinis atau Dibagi Pemerintahan tata kelola klinis adalah cara baru yang bekerja di National Health Service (NHS) organisasi bertanggung jawab untuk perbaikan mutu berkelanjutan, pengamanan standar perawatan, dan menciptakan lingkungan klinis yang terbaik (Moiden, 2002). Persyaratan beberapa kebijakan pemerintah Inggris baru mengharuskan bentuk-bentuk baru kepemimpinan yang lebih baik yang mencerminkan keragaman tenaga kerja dan masyarakat dikembangkan (Scott & Caress, 2005). Kepemimpinan perlu diperkuat dan kebutuhan untuk melibatkan semua staf di kepemimpinan klinis. tata kelola bersama adalah salah satu cara yang memungkinkan untuk ini. Bentuk kepemimpinan memberdayakan seluruh staf untuk proses pengambilan keputusan, dan memungkinkan staf untuk bekerja sama untuk mengembangkan layanan multi-profesional (Scott & Caress, 2005). Pemerintahan desentralisasi adalah gaya manajemen di mana semua anggota tim memiliki tanggung jawab dan manajer adalah fasilitatif, daripada menggunakan gaya manajemen hirarkis di mana manajer mengendalikan dan staf tidak terlibat dalam pengambilan keputusan (Scott & Caress, 2005). Scott dan Caress (2005) berpendapat bahwa jenis kepemimpinan akan menyebabkan peningkatan moral dan kepuasan kerja, peningkatan motivasi dan kontribusi staf, mendorong kreativitas, dan meningkatkan rasa berharga.

Pengetahuan, Sikap, dan Keterampilan dari Pemimpin Perawat Efektif
Seorang pemimpin keperawatan klinis adalah orang yang terlibat dalam perawatan pasien yang langsung dan terus meningkatkan pelayanan dengan mempengaruhi orang lain (Cook, 2001). Kepemimpinan bukan hanya serangkaian keterampilan atau tugas, melainkan merupakan sikap yang menginformasikan perilaku (Cook, 2001). Beberapa fungsi penting dari seorang pemimpin perawat adalah: bertindak sebagai model peran, kolaborasi untuk memberikan perawatan yang optimal, penyediaan informasi dan dukungan, memberikan perawatan berdasarkan teori dan penelitian, dan menjadi advokat untuk pasien dan organisasi perawatan kesehatan (Mahoney, 2001 ). Selain itu, pemimpin perawat harus memiliki pengetahuan manajemen, komunikasi, dan keterampilan kerja sama tim, serta beberapa latar belakang dalam ekonomi kesehatan, keuangan, dan hasil berbasis bukti (Mahoney, 2001). kualitas pribadi yang diinginkan dalam diri seorang pemimpin perawat meliputi kompetensi, kepercayaan diri, keberanian, kolaborasi, dan kreativitas. Pemimpin Perawat harus menyadari perubahan lingkungan dan membuat perubahan secara proaktif. Pemimpin yang menunjukkan perhatian terhadap kebutuhan dan tujuan anggota staf dan sadar akan kondisi yang mempengaruhi lingkungan kerja akan mendorong produktivitas (Moiden, 2003). Dalam melakukan hal ini, penting bahwa filsafat produktivitas didirikan.
Menurut Jooste (2004), tiga hal yang penting untuk kepemimpinan adalah kewenangan, kekuasaan, dan pengaruh. Para pemimpin yang efektif saat ini harus menggunakan pengaruh dan otoritas yang lebih kurang dan kekuasaan. Hal ini lebih penting untuk dapat memotivasi, membujuk, menghargai, dan negosiasi daripada menggunakan hanya kekuasaan. Penulis menyebutkan tiga kategori pengaruh bagi pemimpin perawat untuk digunakan dalam menciptakan lingkungan perawatan suportif. Ini termasuk model dengan memberikan contoh, membangun hubungan yang penuh perhatian, dan mentoring oleh instruksi (Jooste, 2004). Selain itu, Jooste daftar lima praktik mendasar bagi kepemimpinan yang baik termasuk menginspirasi visi bersama, yang memungkinkan orang lain untuk bertindak, menantang proses, pemodelan, dan mendorong. Sebagai contoh, seorang pemimpin bisa menantang orang lain untuk bertindak dengan mengakui kontribusi dan dengan mengembangkan kerjasama. Menyadari kontribusi juga berfungsi untuk mendorong karyawan dalam pekerjaan mereka. Tim kepemimpinan bergerak fokus dari pemimpin terhadap tim secara keseluruhan (Jooste, 2004).

Aplikasi untuk Praktek Pengaturan Hyett dijelaskan beberapa hambatan pengunjung kesehatan mengambil peran kepemimpinan (2003). Misalnya, pengunjung kesehatan biasanya bekerja di lingkungan yang dipimpin diri, namun mungkin tidak ada mekanisme kontrol diri atau pengambilan keputusan pada titik pelayanan-sehingga menyesakkan inovasi (Hyett, 2003). Selain itu, jika perawat yang mencoba memulai perubahan tidak didukung, mereka kehilangan kepercayaan diri dan ketegasan dan mungkin merasa tidak berdaya dan tidak dapat mendukung satu sama lain (Hyett, 2003). Manajemen sering berfokus pada volume pelayanan yang diberikan, yang menyebabkan hilangnya harga diri dan menyebabkan ketergantungan-pekerja untuk menjadi mengganggu, atau untuk meninggalkan organisasi (Hyett, 2003).
grup data Fokus dari penelitian terhadap pelaksanaan perubahan di sebuah panti jompo perawat ingin menunjukkan bahwa seorang pemimpin dengan drive, antusiasme, dan kredibilitas-bukan hanya keunggulan (Rycroft-Malone, et al., 2004). Selanjutnya, fokus anggota kelompok diidentifikasi kualitas yang diinginkan dalam diri seorang pemimpin memfasilitasi perubahan. Orang ini harus memiliki pengetahuan tentang proyek kolaboratif, harus memiliki status dengan tim, harus mampu mengelola orang lain, mengambil pendekatan positif untuk manajemen, dan memiliki kemampuan manajemen yang baik (Rycroft-Malone, et al., 2004).
Aplikasi untuk Kesehatan yang lebih luas dan Konteks Sosial
Perawat fungsi pemimpin di semua tingkatan keperawatan dari lingkungan melalui manajemen keperawatan atas. Seiring waktu, fungsi kepemimpinan telah berubah dari salah satu wewenang dan kuasa untuk salah satu yang kuat tanpa terlalu kuat (Jooste, 2004). Batas antara atas, tengah, dan pemimpin tingkat yang lebih rendah menjadi kabur, dan tanggung jawab menjadi kurang statis dan lebih fleksibel di alam. Dengan kata lain, ada kecenderungan menuju desentralisasi tanggung jawab dan kewenangan dari atas ke tingkat yang lebih rendah dari penyediaan layanan kesehatan (Jooste, 2004).
Program berkelanjutan kepemimpinan politik di Royal College of Nursing menjelaskan model multi-langkah untuk mempengaruhi politik (Thomas, Billington & Getliffe, 2004). Beberapa langkah-langkah meliputi: mengidentifikasi masalah yang akan diubah, mengubah masalah itu menjadi sebuah proposal untuk perubahan, menemukan dan berbicara dengan para pendukung dan para pemangku kepentingan untuk mengembangkan suara kolektif, identifikasi hasil perubahan kebijakan yang diinginkan, dan konstruksi pesan yang mendapatkan masalah di seberang ( Thomas et al., 2004).

Pendidikan untuk Kepemimpinan Agar praktek keperawatan untuk meningkatkan, investasi harus dilakukan dalam mendidik perawat menjadi pemimpin yang efektif (Cook, 2001). Cook berpendapat bahwa kepemimpinan harus diperkenalkan dalam kurikulum keperawatan persiapan awal, dan mentoring harus tersedia bagi calon pemimpin perawat (2001). Sebagai contoh, penggunaan praktik berbasis bukti membutuhkan perawat untuk dapat menilai bukti dan merumuskan solusi berdasarkan bukti-bukti terbaik yang tersedia (Cook, 2001). Agar hal ini terjadi, adalah penting bahwa perawat mempunyai persiapan pendidikan untuk kepemimpinan selama pelatihan untuk mempersiapkan mereka untuk memiliki pemahaman yang lebih besar dan pengendalian peristiwa yang mungkin terjadi selama situasi kerja (Moiden, 2002).
NHS telah mengadopsi Memimpin Diberdayakan Organisasi (LEO) proyek dalam rangka mendorong penggunaan kepemimpinan transformasional (Moiden, 2002). Dengan demikian, tujuannya adalah untuk memungkinkan para profesional untuk memberdayakan diri mereka sendiri dan orang lain melalui tanggung jawab, wewenang, dan akuntabilitas. Program ini juga bertujuan untuk membantu para profesional mengembangkan otonomi, mengambil risiko, memecahkan masalah, dan mengartikulasikan tanggung jawab (Moiden, 2002). Strategi seperti Memimpin dan Memberdayakan Organisasi (LEO) program dan RCN klinis Pemimpin Program ini dirancang untuk menghasilkan pemimpin dalam keperawatan yang menyadari manfaat dari kepemimpinan transformasional (Faugier & Woolnough, 2002).

Tantangan dan Peluang untuk Merangsang Perubahan Kesehatan lingkungan terus berubah dan tantangan baru yang menghasilkan pemimpin perawat harus bekerja dalam (Jooste, 2004). Kepemimpinan melibatkan memungkinkan orang untuk menghasilkan hal-hal yang luar biasa ketika sedang berhadapan dengan tantangan dan perubahan (Jooste, 2004). Meskipun manajemen di masa lalu mengambil pendekatan, langsung hirarki kepemimpinan, sudah tiba saatnya untuk gaya kepemimpinan yang lebih baik yang mencakup dorongan, mendengarkan, dan memfasilitasi (Hyett, 2003). Hyett (2003, hal 231) mengutip Yoder-Wise (1999) mendefinisikan kepemimpinan sebagai sebagai "kemampuan untuk menciptakan sistem baru dan metode untuk mencapai visi yang diinginkan". Hari ini, kepercayaan adalah bahwa siapa pun dapat menjadi pemimpin-pemimpin adalah seperangkat dipelajari keterampilan dan praktek (Hyett, 2003). Semua perawat harus menampilkan keterampilan kepemimpinan seperti kemampuan beradaptasi, percaya diri, dan penilaian dalam penyediaan layanan kesehatan (Hyett, 2003).
Harapannya adalah bahwa perawat perawatan memimpin, dan bahwa mereka dapat bergerak antara terkemuka dan berikut sering (Hyett, 2003). Memberdayakan Pasien untuk Berpartisipasi dalam Proses Pembuatan Keputusan Hanya ketika pelayanan perawatan kesehatan baik-dipimpin akan mereka bisa mengelola dengan baik dalam memenuhi kebutuhan pasien (Fradd, 2004). Perawat memiliki pengaruh yang cukup besar pada pengalaman pasien keterlibatan pasien dalam perawatan yang paling sering perawat yang dipimpin (Fradd, 2004). Hari ini, pasien lebih sadar akan kebutuhan mereka sendiri perawatan kesehatan dan lebih baik informasi tentang perawatan dan praktik. Ini membutuhkan perawat untuk menjadi lebih baik dilengkapi dengan analitis dan keterampilan ketegasan (Welford, 2002). kepemimpinan Transformasional sangat ideal untuk praktek keperawatan saat ini seperti berusaha untuk memenuhi kebutuhan, dan melibatkan kedua pemimpin dan pengikut dalam memenuhi kebutuhan (Welford, 2002). Hal ini juga fleksibel memungkinkan pemimpin untuk beradaptasi dalam situasi yang bervariasi. Pemimpin menerima bahwa segala sesuatu akan berubah sering, dan pengikutnya akan menikmati fleksibilitas ini. Jadi baik perawat dan pasien akan mendapatkan keuntungan. Menghindari hirarki dan kemampuan untuk bekerja dengan cara-cara baru membantu organisasi menempatkan sumber daya bersama-sama untuk menciptakan nilai tambah bagi karyawan dan konsumen (Welford, 2002). Selanjutnya, penggunaan kepemimpinan transformasional perawat memungkinkan tim untuk meningkatkan peran mereka sebagai guru atau advokat (Welford, 2002)

Selasa, 07 Juni 2011

PENGEMBANGAN MANAJEMEN KINERJA (PMK)

(Dihimpun dari Materi Perkuliahan)
Oleh : Agus Prajawanto

Pengertian
Pengembangan manajemen kinerja perawat dan bidan adalasuatu upaya peningkatan kemampuan manajerial dan kinerja perawat dan bidan dalam memberikan pelayanan keperawatan dan kebidanan disarana / institusi pelayanan kesehatan untuk mencapai pelayanan kesehatan yang bermutu.

Tujuan umum
Meningkatkan mutu pelayanan keperawatan dan kebidanan diarana/institusi pelayanan kesehatan.

Tujuan khusus
Menigkatnya pengetahuan dan keterampilan perawat dan bidan
Menigkatnya kepatuhan penggunaan standar dalam melakukan pelayanan.
Menigkatnya kemampuan manjerial pelayanan.
Menigkatnya pelaksanaan monitoring kinerja.
Meningkatnya kegiatan diskusi refleksi kasus (DRK).
Meningkatnya mutu asuhan.
Meningkatnya kepuasan asien terhadap pelayanan yang diberikan.

Sasaran kegiatan PMK
Perawat dan bidan pelaksana serta manjer lini pertama yaitu kepala ruangan, wakil kepala ruangan rumah sakit,perawat dan bidan sebagai penanggungjawab program di puskesmas, serta kepemimipinan keperawatan dan kebidanan disarana kesehatan lainnya.
Pimpinan sarana kesehatan: direktur, kepala bidang/seksi, kepalainstansi dan supervisor rumah sakit, kepala puskesmas, dan sarana pelayanan kesehatan lainnya.

Komponen kegiatan PMK

Standar
Komponen standar meliputi standar profesi, standar operasional prosedur (SOP), dan pedoman-pedoman yangdigunakan oleh perawat dan bidan disarana pelayanan kesehatan.
Standar keperawatan dan kebudanan bermanfaat sebagai acuan dan dasar bagi perawat dan bidan dalam melaksanakan pelayana kesehatan bermutu.
Selain hal tersebut standar dapat meningkatkan motivasi dan pendayagunaan staf, dapat digunakan untuk mengukur mutu pelayanan serta melindungi masyarakat/klien dari pelayanan yang tidak bermutu.
Uraian tugas.
Adalah seperangkat fungi, tugas dan tangung jawab yang dijabarkan dalam suatu pekerjaan yang dapat menunjukkan jenis dan spesifikasi pekerjaan, sehingga dapat menunjukkan perbedaan antara pekerjaan yang satu dengan yang lainnya.uraian tugas merupakan dasar utama untuk memahami dengan repat tuga dan tanggung jawab serta akuntabilitas setiap perawat dan bidan dalam melaksanakan peran dan fungsinya.

Indicator kinerja
Indicator kinerja perawat dan bidan adalah variable untuk mengukur prestasi suatu pelaksanaan kegiatan dalam waku tertentu.indikator yang berfokus pada hasil asuhan keperawatan dan kebidanan kepada asien dan proses pelayanannya disebut indicator kinerja.
Indicator klinik adalah ukuran kuantitas sebagai pedoman untuk mengukur dan mengevaluasi kualitas asuan pasien yang berdampak terhadap pelayanan.

Diskusi refleksi kasus (DRK)
Adalah metode merefleksikan pengalaman klinis perawat dan bidan dalam menerapkan standard an uraian tugas. Penalaman klinis yang direfleksikan merupakan pengalaman actual dan menarik baik hal-hal yang merupakan keberhasilan maupun kegagalan dala memberikan pelayanan keperawatan dan atau kebidanan termasuk untuk menemukan masalah dan menetapkan upaya penyelesaiannya,misalnya dengan SOP yang baru.

Monitoring
Kegiatan monitoring meliputi pengumpulan data dan analisis terhadap indicator kinerja yang telah disepakati yang dilaksanakan secara periodic untuk memperoleh informasi sejauh mana kegiatan yang dilakanakan sesuai dengan rencana.monitoring perlu direncanakan dan diepakati antara pimpinan, supervisor terpilih dan pelaksana.monitoring dilakukan terhadap indicator yang telah ditetapkan guna mengetahui penyimpangan kinerja atau prestasi yang dicapai, dengan demikian setiap perawat/bidan akan dapat menilai tingkat prestasinya sendiri

PENGEMBANGAN MANAJEMEN KINERJA (PMK)

(Dihimpun dari Materi Perkuliahan)
Oleh : Agus Prajawanto

Pengertian
Pengembangan manajemen kinerja perawat dan bidan adalasuatu upaya peningkatan kemampuan manajerial dan kinerja perawat dan bidan dalam memberikan pelayanan keperawatan dan kebidanan disarana / institusi pelayanan kesehatan untuk mencapai pelayanan kesehatan yang bermutu.

Tujuan umum
Meningkatkan mutu pelayanan keperawatan dan kebidanan diarana/institusi pelayanan kesehatan.

Tujuan khusus
Menigkatnya pengetahuan dan keterampilan perawat dan bidan
Menigkatnya kepatuhan penggunaan standar dalam melakukan pelayanan.
Menigkatnya kemampuan manjerial pelayanan.
Menigkatnya pelaksanaan monitoring kinerja.
Meningkatnya kegiatan diskusi refleksi kasus (DRK).
Meningkatnya mutu asuhan.
Meningkatnya kepuasan asien terhadap pelayanan yang diberikan.

Sasaran kegiatan PMK
Perawat dan bidan pelaksana serta manjer lini pertama yaitu kepala ruangan, wakil kepala ruangan rumah sakit,perawat dan bidan sebagai penanggungjawab program di puskesmas, serta kepemimipinan keperawatan dan kebidanan disarana kesehatan lainnya.
Pimpinan sarana kesehatan: direktur, kepala bidang/seksi, kepalainstansi dan supervisor rumah sakit, kepala puskesmas, dan sarana pelayanan kesehatan lainnya.

Komponen kegiatan PMK

Standar
Komponen standar meliputi standar profesi, standar operasional prosedur (SOP), dan pedoman-pedoman yangdigunakan oleh perawat dan bidan disarana pelayanan kesehatan.
Standar keperawatan dan kebudanan bermanfaat sebagai acuan dan dasar bagi perawat dan bidan dalam melaksanakan pelayana kesehatan bermutu.
Selain hal tersebut standar dapat meningkatkan motivasi dan pendayagunaan staf, dapat digunakan untuk mengukur mutu pelayanan serta melindungi masyarakat/klien dari pelayanan yang tidak bermutu.
Uraian tugas.
Adalah seperangkat fungi, tugas dan tangung jawab yang dijabarkan dalam suatu pekerjaan yang dapat menunjukkan jenis dan spesifikasi pekerjaan, sehingga dapat menunjukkan perbedaan antara pekerjaan yang satu dengan yang lainnya.uraian tugas merupakan dasar utama untuk memahami dengan repat tuga dan tanggung jawab serta akuntabilitas setiap perawat dan bidan dalam melaksanakan peran dan fungsinya.

Indicator kinerja
Indicator kinerja perawat dan bidan adalah variable untuk mengukur prestasi suatu pelaksanaan kegiatan dalam waku tertentu.indikator yang berfokus pada hasil asuhan keperawatan dan kebidanan kepada asien dan proses pelayanannya disebut indicator kinerja.
Indicator klinik adalah ukuran kuantitas sebagai pedoman untuk mengukur dan mengevaluasi kualitas asuan pasien yang berdampak terhadap pelayanan.

Diskusi refleksi kasus (DRK)
Adalah metode merefleksikan pengalaman klinis perawat dan bidan dalam menerapkan standard an uraian tugas. Penalaman klinis yang direfleksikan merupakan pengalaman actual dan menarik baik hal-hal yang merupakan keberhasilan maupun kegagalan dala memberikan pelayanan keperawatan dan atau kebidanan termasuk untuk menemukan masalah dan menetapkan upaya penyelesaiannya,misalnya dengan SOP yang baru.

Monitoring
Kegiatan monitoring meliputi pengumpulan data dan analisis terhadap indicator kinerja yang telah disepakati yang dilaksanakan secara periodic untuk memperoleh informasi sejauh mana kegiatan yang dilakanakan sesuai dengan rencana.monitoring perlu direncanakan dan diepakati antara pimpinan, supervisor terpilih dan pelaksana.monitoring dilakukan terhadap indicator yang telah ditetapkan guna mengetahui penyimpangan kinerja atau prestasi yang dicapai, dengan demikian setiap perawat/bidan akan dapat menilai tingkat prestasinya sendiri

KONTRIBUSI FLORENCE NIGHTINGALE PADA MANAJEMEN MUTU KEPERAWATAN

Oleh Safrudin

Globalisasi mempertinggi arus kompetisi disegala bidang termasuk bidang kesehatan dimana perawat dan bidan terlibat didalamnya. Untuk dapat mempertahankan eksistensinya, maka setiap organisasi dan semua elemen-elemen dalam organisasi harus berupaya meningkatkan mutu pelayanannya secara terus menerus. Sistem pengembangan dan manajemen kinerja klinis (SPMKK) bagi perawat dan bidan terkait erat dan sinkron dengan program jaminan mutu (Quality Assurance). Kecenderungan masa kini dan masa depan menunjukkan bahwa masyarakat semakin menyadari pentingnya peningkatan dan mempertahankan kualitas hidup (quality of life). Oleh karena itu pelayanan kesehatan yang bermutu semakin dicari untk memperoleh jaminan kepastian terhadap mutu pelayanan kesehatan yang diterimanya. Semakin tinggi tingkat pemahaman masyarakat terhadap pentingnya kesehatan untuk mempertahankan kualitas hidup, maka customer akan semakin kritis dalam menerima produk jasa, termasuk jasa pelayanan keperawatan dan kebidanan, oleh karena itu peningkatan mutu kinerja setiap perawat dan bidan perlu dilakukan terus menerus. Proses mutu keperawatan sekarang ini tidak lepas dari peran tokoh Terkenal yang bernama Florence Nightingale, berikut dalam artike ini akan Saya paparkan dari sejarah Florence Nightinge, teori umumnya, definisi dari teori Florence Nightingale, beberapa pendapat tentang Teori Florence Nightingale dan kontribusi Florence Nightingale terhadap Mutu Pelayanan Keperawatan

A. Sejarah Florence Nightingale
Florence Nightingale lahir di Florence, Italia pada 12 Mei 1820 dan diberi nama berdasarkan kota dimana ia dilahirkan. Nama depannya, Florence merujuk kepada kota kelahirannya, Firenze dalam bahasa Italia atau Florence dalam bahasa Inggris. Semasa kecilnya ia tinggal di Lea Hurst, sebuah rumah besar dan mewah milik ayahnya, William Nightingale yang merupakan seorang tuan tanah kaya di Derbyshire, London, Inggris. Sementara ibunya adalah keturunan ningrat dan keluarga Nightingale adalah keluarga terpandang. Florence Nightingale memiliki seorang saudara perempuan bernama Parthenope. Pada masa remaja mulai terlihat perilaku mereka yang kontras dan Parthenope hidup sesuai dengan martabatnya sebagai putri seorang tuan tanah. Pada masa itu wanita ningrat, kaya, dan berpendidikan aktifitasnya cenderung bersenang-senang saja dan malas, sementara Florence lebih banyak keluar rumah dan membantu warga sekitar yang membutuhkan. Perawat pada masa itu perawat dianggap pekerjaan hina karena:
• Perawat disamakan dengan wanita tuna susila atau "buntut" (keluarga tentara yang miskin) yang mengikuti kemana tentara pergi.
• Profesi perawat banyak berhadapan langsung dengan tubuh dalam keadaan terbuka, sehingga dianggap profesi ini bukan profesi sopan wanita baik-baik dan banyak pasien memperlakukan wanita tidak berpendidikan yang berada dirumah sakit dengan tidak senonoh terhadap Perawat di Inggris pada masa itu lebih banyak laki-laki daripada perempuan karena alasan-alasan tersebut di atas.
• Perawat masa itu lebih sering berfungsi sebagai tukang masak.
Nama harum Florence melejit saat pecah perang Krim antara Inggris, Perancis, dan Turki melawan Rusia pada tahun 1854-1856. Saat itu banyak sekali tentara Inggris yang terluka dan dibiarkan terlantar di rumah sakit darurat di medan perang karena tak cukupnya tenaga perawat di tempat itu. Florence dengan tulus dan berani membawa 38 orang perawat ke rumah sakit itu. Selama 21 bulan, ia mengabdi tak kenal lelah merawat, menghibur tentara yang terluka dan mengusahakan perbaikan fasilitas rumah sakit darurat tersebut. Florence tak pernah absen untuk selalu berpatroli menjenguk korban yang terluka bahkan di tengah malam yang dingin. Kedatangan Florence yang berjalan kaki membawa lentera selalu dinantikan para pasien. Florence memperoleh julukan Malaikat dengan Lentera. Berkat pengabdian Florence dan timnya, persentase kematian prajurit yang terluka parah membaik dari 42% menjadi hanya 2%. Bekerja nonstop tak kenal lelah sempat membuat kesehatan Florence memburuk. Ia terkena penyakit demam yang parah. Namun, berkat cinta kasihnya dan kerinduannya untuk meringankan penderitaan orang lain, serta doa restu dari semua orang yang mengenalnya, penyakit tersebut berhasil dikalahkannya dan pengabdian dapat dilanjutkannya. Florence menerima penghargaan dari Ratu Victoria dan rakyat Inggris berupa medali emas berukirkan ”Kebahagiaan dan Cinta Kasih Abadi”. ”Dana Nightingale” yang terkumpul yang sedianya digunakan untuk membuat medali ini ternyata sangat besar jauh di atas target. Florence pun membentuk Yayasan Nightingale yang memperoleh sumbangan dari dari banyak pihak. Dana tersebut digunakan untuk mendirikan sekolah perawat. Pada tahun 1860 Florence menulis buku Catatan tentang Keperawatan (Notes on Nursing) buku setebal 136 halaman ini menjadi buku acuan pada kurikulum di sekolah Florence dan sekolah keperawatan lainnya. Buku ini juga menjadi populer dikalangan orang awam dan terjual jutaan eksemplar diseluruh dunia. Pada tahun 1861 cetakan lanjutan buku ini terbit dengan tambahan bagian tentang perawatan bayi. Beberapa penghargaan yang pernah diperolehnya:
• Pada tahun 1883 Florence di anugrahkan medali Palang Merah Kerajaan (The Royal Red Cross) oleh Ratu Victoria.
• Pada tahun 1907 pada umurnya yang ke 87 tahun Raja Inggris, dihadapan beratus-ratus undangan menganugrahkan Florence Nightingale dengan bintang jasa The Order Of Merit dan Florence Nightingale menjadi wanita pertama yang menerima bintang tanda jasa ini.
• Pada 1908 ia dianugrahkan Honorary Freedom of the City dari kota London. Cinta kasih dan pengabdian tulus Florence mengilhami Henri Dunant untuk mendirikan Palang Merah.
Florence menulis beberapa buku terlaris termasuk buku fenomenal Notes on Nursing. Florence, yang dilahirkan ketika keluarganya sedang bertamasya ke Florence Italia tahun 1820, terus berkarya sampai usia lanjut dan akhirnya meninggal dunia pada tanggal 13 Agustus 1910 dalam usia 90 tahun.

B. Teori Umum Florence Nightingale
Teori Environmental Nightingale yang dicetuskan oleh Florence Nightingale “Ibu dari keperawatan modern” meletakkan keperawatan menjadi sesuatu yang sakral untuk dipenuhi oleh seorang wanita. Teorinya difokuskan pada lingkungan keperawatan, walaupun tema ini tidak pernah dimunculkan di tiap tulisannya, ia menghubungkan kesehatan dengan lima faktor lingkungannya. Nightingale membuat sebuah teori yang dikenal sebagai teori keperawatan modern (modern nursing). Titik berat teori ini adalah pada aspek lingkungan. Nightingale meyakini bahwa kondisi lingkungan yang sehat penting untuk penanganan perawatan yang layak. Komponen lingkungan yang berpengaruh pada kesehatan, antara lain:
1. Udara segar
2. Air bersih
3. Saluran pembuangan yang efesien
4. Kebersihan
5. Cahaya
Aspek lingkungan yang diutamakan Nightingale dalam merawat klien adalah ventilasi yang cukup bagi klien.Ia berkeyakinan bahwa ketersediaan udara segar secara terus-menerus merupakan prinsip utama dalam perawatan. Oleh sebab itu, setiap perawat harus menjaga udara yang harus dihirup klien tetap bersih , sebersih udara luar tanpa harus membuatnya kedinginan. Komponen lain yang tidak kalah penting dalam perawatn klien adalah cahaya matahari. Nightingale yakin sinar matahari dapat member manfaat yang besar bagi kesehatan klien. Karenanya, perawat juga perlu membawa klien berjalan-jalan keluar untuk merasakan sinar matahari selama tidak terdapat kontraindikasi .focus perawatan klien menurut Nightingale adalah pada kebersihan. Ia berpendapat, kondisi kesehatan klien sangat dipengaruhi oleh tingkat kebersihan, baik kebersihan klien, perawat maupun lingkungan.
Selain kelima komponen lingkungan diatas, seorang perawat juga harus memperhatikan kehangatan, ketenangan, dan makanan klien.







Asumsi Utama Teori Nightingale
Nightingale mendefenisikan kesehatan sebagai kondisi sejahtera dan mampu memanfaatkan setiap daya yang dimiliki hingga batas maksimal, sedangkan penyakit merupakan proses perbaikan yang dilakukan tubuh untuk membebaskan diri dari gangguan yang dialami sehingga individu dapat kembali sehat. Prinsip perawatan adalah menjaga agar proses reparative ini tidak terganggu dan tiak menyediakan kondisi yang optimal untuk proses tersebut. Untuk mencapai kondisi kesehatan, perawat harus menggunakan nalarnya, disertai ketekunan dan observasi.
Dengan demikian, kesehatan dapat dipelihara melalui upaya pencegahan penyakit melalui faktor kesehatan lingkungan. Ia menyebut hal ini sebagai health nursing dan membedakannya dengan proper nursing yang berarti merawat klien yang sakit hingga ia dapat bertahan atau setidaknya menjadi lebih baik hingga saat kematiannya.
Menurut Nightingale, lingkungan adalah tatanan eksternal yang memengaruhi sakit dan sehatnya seseorang, termasuk disini makanan klien dan interaksi perawat dengan klien. Jika seseonrang ingin sehat, perawat, alam, dan orang yang bersangkutan harus bekerja sama agar proses reparative dapat berjalan. Hubungan ketiga komponen tersebut dapat digambarkan sebagai berikut.









Teori Nigtingale, keperawatan modern (modern nursing), merupakan langkah awal dalam formalisasi dan pengembangan ilmu keperawatan selanjutnya. Ia telah meletakkan suatu pijakan bagi pengembangan teori keperawatn sesudahnya. Didasari atau tidak, Nightingale telah member pedoman umum bagi perawat dalam merawat klien.Prinsip-prinsip dasar perbaikan lingkungan dan penanganan psikologis terhadap klien dapat diterapkan dengan modifikasi dalam banyak tatanan perawatan kontemporer.Ide-ide Nightingale telah mendorong pemikiran produktif bagi perawat dan profesi keperawatan.

C. Definisi Teori dari Florence Nightingale
Pasien/Klien Seseorang dengan preses vital penyembuhan yang berhadapan dengan penyakit dan memulihkan kesehatan tetapi pasif terhadap pengaruh dari usaha keperawatan. Lingkungan Konsep utama bagi kesehatan adalah ventilasi, kehangatan, cahaya, diet, kebersihan dan ketenangan. Walaupun lingkungan mempunyai kehidupan sosial, emosional, dan aspek fisikal, Nightingale menekankan pada aspek fisiknya. Kesehatan Tetap sehat dan menggunakan stamina tubuh untuk kebutuhan yang luas. Kesehatan merupakan usaha menjaga agar tetap sehat sebagai upaya menghindari penyakit yang berasal dari faktor kesehatan lingkungan. Wabah penyakit adalah proses menyebaran secara alami karena adanya sesuatu yang kurang diperhatikan. Keperawatan Merupakan gambaran jelas dari kondisi optimal guna membantu proses penyembuhan pasien dan proses pencegah dari proses penyebaran melalui suatu tindakan. Subsistem kedua adalah merupakan sistem yang memiliki pengaruh besar yang merupakan manifestasi dari kemampuan dan kegiatan reguler. Hal ini berisikan empat gaya adaptif :
1. Gaya Psikologik
Mengembangkan kebutuhan psikologi dasar tubuh dan bagaimana cara tubuh memperoleh cairan dan elektrolit, akitivitas dan istirahat, sirkulasi dan oksigen, nutrisi dan penyerapan makanan, perlingdungan, perasaan dan neurologi serta fungsi endokrin.
2. Gaya konsep diri.
Termasuk di dalamnya dua komponen yritu : fisik diri, yang mengembangkan indra peraba dan gambaran tubuh serta personal diri yang melibatkan ideal diri, konsistensi diri dan etika moral diri.
3. Gaya aturan fungsi
Adalah yang ditentukan oleh kebutuhan akan interaksi sosial dan mengacu pada performa dalam melakukan aktivitas berdasarkan posisinya dalam kehidupan sosial.
4. Gaya interdependen
Mencakup suatu hubungan dengan orang lain yang bertentang dan mendukung sistem yang membutuhkan pertolongan, kasih sayang dan perhatian

D. Beberapa pendapat mengenai Konsep Dasar Keperawatan Florence Nightingale
Penulis kontemporer mulai menggali hasil pekerjaan Florence Nightingale sebagai sesuatu yang mempunyai potensi menjadi teori dan model konseptual dari keperawatan (Meleis, 1985, Torres, 1986; Marriner-Toomey, 1994; Chin and Jacobs, 1995). Meleis (1985) mencatat bahwa konsep Nightingale menempatkan lingkungan sebagai fokus asuhan keperawatan dan perhatian dimana perawat tidak perlu memahami seluruh proses penyakit merupakan proses awal untuk memisahkan antara profesi keperawatan dan kedokteran. Nightingale tidak memandang perawat secara sempit yang hanya sibuk dengan masalah pemberian obat dan pengobatan, tetapi lebih berorientrasi pada pemberian udara, lampu, kenyamanan lingkungan, kebersihan, ketenangan, dan nutrisi yang adekuat (Nightingale,1860; Torres, 1986). Melalui observasi dan pengumpulan data Nightingale menghubungkan antara status kesehatan klien dengan faktor lingkungan dan sebgai hasil yang menimbulkan perbaikan kondisi hygiene dan sanitasi selama perang Crimean. Torres (1986) mencatat bahwa Nightingale memberikan konsep dan penawaran yang dapat divalidasi memberikan dan digunakan untuk menjalankan praktik keperawatan. Nightingale dalam teori deskripsinya memberikan cara berfikir tentang keperawatan dan kerangka rujukan yang berfokus pada klien dan lingkungan (Torres, 1986). Surat Nightingale dan tulisan tangannya menuntun perawat untuk bekerja atas nama klien. Marriner-Tomey, (1994), prinsipnya mencakup bidang pelayanan, penelitian dan pendidikan . hal paling penting adalah konsep dan prinsip yang membentuk dan melingkupi praktik keperawatan . Nightingale berfikir dan menggunakan proses keperawatan. Ia mencatat bahwa observasi (pengkajian) bukan demi berbagai informasi/fakta yang mencurigakan, tetapi demi menyelamatkan hidup dan meningkatkan kesehatan dan keamanan.
E. Kontribusi Florence Nightingale terhadap Mutu Pelayanan Keperawatan
Menjaga mutu pelayanan kesehatan adalah suatu upaya yang dilaksanakan berkesinambungan secara sistematis, objektif, dan terpadu dalam menetapkan masalah dan mutu pelayan kesehatan berdasarkan standar yang ditetapkan, menetapkan dan melaksanakan cara penyelesaian masalah sesuai dengan kemampuan yang tersedia, serta menilai hasil yang dicapai dan menyusun serta tindak lanjut untuk meningkatkan mutu pelayanan ksehatan (Azwar,1996) Empat prinsip utama dalam menjaga dan meningkatkan mutu keperawatan adalah : 1. Fokus pada klien, 2. Fokus pada sistem dan proses, 3. Fokus pada keputusan berdasarkan data, 4. Fokus pada partisipasi dari tim kerja
Florence Nightingale pada tahun 1858, telah berupaya memperbaiki kondisi pelayayanan keperawatan yang diberikan kepada serdadu pada perang Krimen. Dengan terjadinya perubahan diberbagai aspek kehidupan keperawatan pada saat ini telah berkembang menjadi suatu profesi yang memiliki keilmuan unik yang menghasilkan peningkatan minat dan perhatian diantara anggotanya dalam meningkatkan pelayanannya.Perubahan yang ada bisa digambarkan pada sejarah saat perang tersebut berkat pengabdian Florence dan timnya, persentase kematian prajurit yang terluka parah membaik dari 42% menjadi hanya 2%. (http://lifestyle.iloveindia.com)
Florence juga membuat standar pada pendidikan keperawatan serta standar pelaksanaan asuhan keperawatan yang efesien. Beliau juga membedakan praktek keperawatan dengan kedokteran dan perbedaan perawatan pada orang yang sakit dengan yang sehat.
Torres (1986) mencatat bahwa Nightingale memberikan konsep dan penawaran yang dapat divalidasi memberikan dan digunakan untuk menjalankan praktik keperawatan.
Nigtingale, menindaklanjuti kegiatannya dengan menempatkan sebuah konsep yaitu keperawatan modern (modern nursing), merupakan langkah awal dalam formalisasi dan pengembangan ilmu keperawatan selanjutnya. Ia telah meletakkan suatu pijakan bagi pengembangan teori keperawatan sesudahnya. Didasari atau tidak, Nightingale telah member pedoman umum bagi perawat dalam merawat klien. Prinsip-prinsip dasar perbaikan lingkungan dan penanganan psikologis terhadap klien dapat diterapkan dengan modifikasi dalam banyak tatanan perawatan kontemporer. Ide-ide Nightingale telah mendorong pemikiran produktif bagi perawat dan profesi keperawatan.(Ahmadi, 2008)





Daftar Pustaka
1. Asmadi. 2008. Konsep Dasar Keperawatan. Jakarta: EGC
2. Azwar Azrul. 1996. Menjaga Mutu Pelayanan Kesehatan, Jakarta: Pustaka Sinar Harapan
3. Florence Nightingale Biography; http://lifestyle.iloveindia.com/lounge/florence-nightingale-biography-10049.html
4. Marriner-Tomey. 1994. Nursing Theorists and Their Work. (1994).Philladelphia: C.V. Mosby Company
5. Meleis, Afaf I. (1985). Theoretical nursing: Development and progress. Philadelphia: J. B. Lippincott
6. Potter dan Perry. 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan, Konsep, Proses & Praktik. Jakarta: EGC.
7. Wiyono, Djoko. 2000. Manajemen Mutu Pelayanan Kesehatan. Vol 1. Surabaya: Airlangga University Press

Manajemen Kolaborasi Penanganan Pasien Gangguan Jiwadi Rumah Sakit

by Mariyono Sw – PSIK FK UGM

Abtrak

Gangguan jiwa merupakan kondisi yang bersifat multifaktorial apabila dilihat dari penyebab maupun maupun dari gejala dan respon yang muncul. Kenyataan tersebut mendasari bahwa pasien gangguan jiwa memerlukan penanganan yang komprehensif dari tim kesehatan yang bersifat multidisiplin. Upaya penanganan kesehatan komprehensif bagi pasien gangguan jiwa di rumah sakit lebih tepat dikemas dalam suatu manajemen yang disebut dengan manajemen kolaborasi.
Manajemen kolaborasi penanganan pasien gangguan jiwa merupakan upaya pelayanan kesehatan kepada pasien gangguan jiwa yang melibatkan tim kesehatan termasuk perawat dan dokter. Dalam manajemen kolaborasi memungkinkan perawat dan dokter saling bekerja sama dalam pemberian pelayanan kesehatan kepada pasien gangguan jiwa namun tetap dalam koridor keilmuan serta kompetensi masing-masing dan saling menghormati serta menghargai. Manajemen kolaborasi mencakup tiga area intevensi yaitu prevensi primer, prevensi sekunder dan prevensi tersier yang teintegrasi dalam suatu pendekatan model yaitu model stress adaptasi dari Stuart-Sundeen sebagai dasar keilmuannya bagi perawat.
Model stress adaptasi, memfasilitasi perawat dalam mengembangkan manajemen kolaborasi berdasarkan tahapan penanganan pasien gangguan jiwa, yaitu krisis, akut, pemeliharaan dan peningkatan kesehatan. Setiap tahapan penanganan pasien gangguan jiwa menggambarkan tentang kondisi klien, serta intervensi yang harus diberikan kepada pasien dan mewajibkan perawat untuk mengembangkan kolaborasi dengan tim kesehatan lain.
Implikasi dari manajemen kolaborasi penanganan pasien gangguan jiwa mencakup : implikasi terhadap pelayanan, pendidikan dan riset bersama. Implikasi terhadap pelayanan diataranya penanganan kasus bersama dan presentasi kasus bersama. Implikasi terhadap pendidikan adalah proses pembelajaran kolaboratif yang meliputi proses bimbingan bersama, presentasi kasus bersama. Implikasi terhadap riset adalah pelaksanaan riset bersama.
Hasil pelaksanaan manajemen kolaborasi penangan pasien gangguan jiwa masih dalam proses pengembangan.

Minggu, 05 Juni 2011

Teori Kepemimpinan dan Tipe Kepribadian

by safrudin
Teori Kepemimpinan
1. Teori orang besar atau teori bakat
Teori orang besar (the great men theory) atau teori bakat (Trait theory) merupakan teori klasik kepemimpinan. Disebutkan bahwa seorang pemimpin dilahirkan menjadi pemimpin, dalam kata lain bakat - bakat tertentu yang diperlukan seseorang untuk menjadi pemimpin diperolehnya sejak lahir.

2. Teori situasi
Teori ini bertolak belakang dengan teori bakat, teori ini muncul sebagai hasil pengamatan, dimana seseorang sekalipun bukan keturunan pemimpin, ternyata dapat menjadi pemimpin yang baik. Hasil pengamatan tersebut menyimpulkan bahwa orang biasa yang menjadi pemimpin adalah karena adanya situasi yang menguntungkan bagi dirinya, sehingga ia memiliki kesempatan sebagai seorang pemimpin.

3. Teori Ekologi
Meskipun teori situasi kini banyak dianut, dan karena itu masalah kepemimpinan banyak menjadi bahan studi, akan tetapi dalam kehidupan sehari - hari sering ditemukan adanya seorang yang setelah berhasil dibentuk menjadi pemimpin, ternyata tidak memiliki kepemimpinan yang baik. Hasil pengamatan yang seperti ini melahirkan teori ekologi, yang menyebutkan bahwa seseorang memang dapat dibentuk untuk menjadi pemimpin, tetapi untuk menjadi pemimpin yang baik memang ada bakat - bakat tertentu yang terdapat pada diri seseorang yang diperoleh dari alam.

C. Tipe Kepribadian (www.binuscareer.com/Article.aspx?id, )
1. Tipe A, penuh ambisius
Seseorang yang memiliki kepribadian tipe A berciri:
a. Selalu bergerak, berjalan dan mengerjakan sesuatu dengan cepat
b. Merasa tidak sabar terhadap sesuatu peristiwa yang ada
c. Berusaha keras, berfikir / melakukan 2 atau lebih hal sekaligus
d. Tidak dapat menghadapi waktu luang
e. Terobsesi dengan jumlah, mengukur sukses dari segi berapa banyak yang mereka peroleh

2. Tipe B
Kepribadian yang bertolak belakang dengan kepribadian tipe A dan jarang didorong oleh keinginan, berpartisipasi dalam rangkaian peristiwa. Adapun cirinya:
a. Tidak pernah mengalami keterdesakan waktu ataupun ketidaksabaran
b. Merasa tidak perlu memamerkan atau membahas prestasi mereka ataupun sesuatu yang sudah dicapai kecuali bila dituntut oleh situasi untuk memaparkannya
c. Bermain untuk mendapatkan kegembiraan dan relaksasi yang bukan untuk memperlihatkan superiortas mereka
d. Dapat santai tanpa merasa bersalah
Menurut Mia & Nung (2008),yang dikutip dari Personality Plus (oleh Florence Littauer) dan Eneagram (oleh Renee Baron & Elizabeth Wagele), menuliskan ada 6 tipe kepribadian yang dikaitkan dengan pekerjaan, antara lain : (http://bk3sjatim.org/?p=38)
1. Tipe Realistik
Orang yang menyukai aktivitas di luar ruangan. Mereka sering menganggap tidak begitu penting bersosialisasi dan lebih suka bekerja sendiri. Jika harus bekerja dalam tim, ia lebih suka dengan orang yang setipe. Orang ini tidak suka bergosip dan hanya berkonsentrasi pada tugasnya. Tipe ini tidak pernah melimpahkan pekerjaannya pada orang lain.

2. Tipe Investigatif
Orang selalu tertarik pada gagasan dan ide-ide. la merasa membuang waktu dengan masalah yang melibatkan emosi. Tipe ini sering berkonflik dengan orang yang biasa bergosip.
3. Tipe Artistik
Orang yang senang dengan ide-ide dan materi untuk diekspresikan dengan cara yang unik. Tipe ini sangat menghargai kebebasan. Sayangnya, tipe ini rentan jadi santapan gosip karena caranya yang unik dan sering menimbulkan interpretasi yang biasa.
4. Tipe Sosial
Orang yang berorientasi untuk dan dengan orang lain. Tipe ini cenderung mempunyai orientasi untuk menolong, memelihara dan mengembangkan orang lain. Karena kepekaan dan kepeduliannya, orang ini seorang mengurus hal-hal yang terlalu pribadi. Bila tidak diimbangi dengan kematangan, ia mudah tergelincir untuk menjadi penggosip.
5. Tipe Wiraswasta
Orang yang lebih berorientasi pada ‘orang’ daripada gagasan. la mendominasi orang lain untuk mencapai tujuannya. la pintar mengatur kerja orang lain, mempersuasi orang dan bernegosiasi. Kemampuan bicaranya sangat diperlukan, biasanya ia menunjukkan sifat bossy dan pemarah di lingkungan kerjanya.
6. Tipe Konvensional
Orang ini biasanya berfungsi paling baik dalam lingkungan dan pekerjaan yang terstruktur dengan baik serta memerlukan keletihan. la biasanya tidak suka bekerja dengan ide-ide dan orang lain.
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...