Rumah sakit sebagai salah satu fasilitas
pelayanan kesehatan memiliki peran yang strategis dalam upaya meningkatkan
derajat kesehatan masyarakat di Indonesia. Untuk mewujudkan keadaan sehat tersebut banyak hal yang perlu
dilakukan, antara lain mempersiapkan sumber daya manusia yang bekerja di sarana
pelayanan kesehatan, yang salah satunya adalah perawat (Sumijatun, 2009).
Peningkatan profesionalisme keperawatan di
Indonesia sedang berlangsung, langkah-langkah penting dalam memacu proses ini
perlu di identifikasi dan dilaksanakan secara terkendali. Unsur terpenting yang
menentukan tercapainya tujuan dalam proses profesionalisme keperawatan di
Indonesia adalah perawat itu sendiri (Kusnanto, 2004). Salah satu bentuk profeisonalisme perawat adalah penampilan kerja dari perawat.
Penampilan kerja tenaga
keperawatan ditentukan oleh kemampuan perawat dalam melaksanakan dan mengemban tugas serta motivasi dan terus mengadakan perubahan. Hal ini
dapat terlaksana apabila tenaga perawat memiliki motivasi kerja yang tinggi. Jika seseorang telah
melaksanakan tugas dengan baik, maka dia akan mendapatkan kepuasan.
Motivasi kerja adalah kekuatan, dorongan,
kebutuhan, semangat, tekanan dan mekanisme psikologis yang mendorong seseorang
untuk mencapai prestasi tertentu sesuai dengan apa yang dikehendakinya (Danin,
2004). Motivasi kerja dapat memberi energi yang menggerakkan segala potensi
yang ada, menciptakan keinginan yang tinggi dan luhur serta meningkatkan
kegairahan bersama (Siswanto, 2009).
Oleh karena itu, seorang
perawat harus terus dimotivasi untuk dapat mendokumentasikan asuhan
keperawatan, karena melalui dokumentasi keperawatan dapat dilihat sejauh mana
peran dan fungsi perawat dalam pemberian asuhan keperawatan kepada klien. Menurut Hackman dan Oldham dalam Sulivan dan
decker (1989) seorang yang bekerja, dipengaruhi oleh kuat lemahnya motivasi
kerja yang dimiliki yang pada akhirnya akan mempengaruhi hasil pekerjaan yang
dilakukan. Oleh sebab itu rumah sakit
perlu memperhatikan kondisi motivasi kerja perawat dan mengetahui faktor yang
mempengaruhinya agar perawat dapat melaksanakan pekerjaannya dan mencapai
tujuan yang ditetapkan (Suyanto, 2009).
1. Pengertian Motivasi Kerja
Bekerja adalah suatu bentuk
aktifitas yang bertujuan untuk mendapatkan kepuasan. Dan aktifitas ini
melibatkan baik fisik maupun mental (M.As’ad, 2001:47). Pendapat dari Gilner
(1971), bahwa bekerja itu merupakan proses fisik maupun mental manusia dalam mencapai
tujuannya.
Robert Dubin (1985)
mengartikan motivasi sebagai kekuatan kompleks yang membuat seseorang
berkeinginan memulai dan menjaga kondisi kerja dalam organisasi. Motivasi dapat
diartikan sebagai keadaan kejiwaan dan sikap mental manusia yang memberikan
energi, mendorong kegiatan dan mengarah atau menyalurkan perilaku ke arah
mencapai kebutuhan yang memberi kepuasaan atau mengurangi ketidakseimbangan,
sedangkan motivasi kerja dapat memberi energi yang menggerakkan segala potensi
yang ada, menciptakan keinginan yang tinggi dan luhur, serta meningkatkan
kegairahan bersama (Siswanto, 2009). Menurut Suyanto (2009) motivasi kerja
adalah dorongan dan keinginan sehingga staf melakukan suatu kegiatan atau
pekerjaan dengan baik demi mencapai tujuan yang diinginkan. Danin (2004) mengartikan motivasi sebagai
setiap kekuatan yang muncul dari dalam diri individu untuk mencapai tujuan atau
keuntungan tertentu di lingkungan dunia kerja.
Berdasarkan uraian
di atas, dapat diambil kesimpulan pengertian motivasi kerja adalah adanya suatu kebutuhan dan kondisi yang berpengaruh terhadap seseorang untuk
membangkitkan, mendorong, mengarahkan, dan memelihara seseorang
bekerja untuk mencapai tujuan yang diinginkannya sesuai kondisi
lingkungannya.
2.
Tipe-Tipe
Motivasi
Motivasi yang mempengaruhi manusia
organisasional dalam bekerja atau mungkin menjauhi pekerjaan menurut Danin
(2004) adalah sebagai berikut:
a.
Motivasi
Positif
Motivasi positif didasari atas keinginan manusia untuk mencari
keuntungan-keuntungan tertentu. Manusia bekerja di dalam organisasi jika dia
merasa bahwa setiap upaya yang dilakukannya akan memberikan keuntungan
tertentu, apakah besar atau kecil. Dengan demikian motivasi positif merupakan
proses pemberian motivasi atau usaha membangkitkan motif, dimana hal itu
diarahkan pada usaha untuk mempengaruhi orang lain agar dia bekerja secara baik
dan antusias dengan cara memberikan keuntungan tertentu kepadanya.
b.
Motivasi
Negatif
Motivasi negatif sering dikatakan sebagai motivasi yang bersumber dari
rasa takut. Motivasi negatif yang berlebihan akan membuat organisasi tidak
mampu mencapai tujuan. Personalia organisasi menjadi tidak kreaktif, serba
takut, dan serba terbatas geraknya.
c.
Motivasi
dari Dalam
Motivasi dari dalam timbul pada diri pekerja waktu dia menjalankan
tugas-tugas atau pekerjaan dan bersumber dari dalam diri pekerja itu sendiri.
Dengan demikian berarti juga bahwa kesenangan pekerja muncul pada waktu dia
bekerja dan dia sendiri menyenangi pekerjaan itu. Motivasi muncul dari dalam
diri individu, karena memamg individu itu mempunyai kesadaran untuk berbuat.
d.
Motivasi
dari Luar
Motivasi dari luar adalah motivasi yang muncul sebagai akibat adanya
pengaruh yang ada di luar pekerjaan dan dari luar diri pekerja. Motivasi dari
luar biasanya dikaitkan dengan imbalan, kesehatan, kesempatan cuti, program rekreasi,
dan lain-lain.
3.
Prinsip-pinsip dalam Motivasi Kerja Pegawai
Terdapat beberapa prinsip dalam memotivasi kerja pegawai
(mangkunegara 2000),; sebagai berikut:
a.
Prinsip Partisipatif
Dalam uapaya memotivasi kerja, pegawai perlu diberikan
kesempatan ikut berpartisipasi dalam menentukan tujuan yang akan dicapai oleh
pemimpin
b.
Prinsip Komunikasi
Pemimpin mengkomunikasikan segeala sesuatu yang berhubungan
dengan usaha pencapaian tugas, dengan informasi yang jelas, pegawai akan lebih
mudah dimotivasi kerjanya.
c.
Prinsip mengakui andil bawahan
Pemimpin mengakui bahwa bawahan (pegawai) mempunyai andil
di dalam usaha pencapaian tujuan, dengan pengakuan tersebut pegawai akan lebih
mudah dimotivasi kerjanya.
d.
Prinsip pendelegasian wewenang
Pemimpin akan memberikan ototritas atau wewenang kepada
pegawai bawahan sewaktu-waktu dapat mengambil keputusan terhadap pekerjaan yang
dilakukannya, akan membuat pegawai yang bersangkutan menjadi termotivasi untuk
mencapai tujuan yang diharapkan oleh pemimpin.
e.
Prinsip member perhatian
Pemimpin memberikan perhatian terhadap apa yang diinginan
oleh pegawai bawahannya, dan akan termotivasi bekerja sesuai dengan harapan
pemimpin.
4.
Elemen
Penggerak Motivasi
Motivasi seseorang akan ditentukan oleh
stimulusnya. Stimulus yang dimaksud merupakan mesin penggerak motivasi
seseorang sehingga menimbulkan pengaruh perilaku orang yang bersangkutan. Menurut
Siswanto (2009) motivasi seseorang
biasanya meliputi hal-hal berikut :
a.
Kinerja
(Achievement)
Seseorang yang memiliki keinginan berprestasi sebagai suatu kebutuhan
dapat mendorongnya mencapai sasaran.
b.
Penghargaan
(Recognition)
Penghargaan, pengakuan atas suatu kinerja yang telah dicapai oleh
seseorang merupakan stimulasi yang kuat. Pengakuan atas suatu kinerja akan
memberikan kepuasan batin yang lebih tinggi daripada penghargaan dalam bentuk
materi atau hadiah. Penghargaan dalam bentuk piagam atau medali dapat menjadi
stimulus yang lebih kuat dibandingkan dengan hadiah berupa barang atau uang.
c.
Tantangan
(Challenge)
Adanya tantangan yang dihadapi merupakan stimulus kuat bagi manusia
untuk mengatasinya. Sasaran yang tidak menantang atau dengan mudah dapat
dicapai biasanya tidak mampu menjadi stimulus, bahkan cenderung menjadi
kegiatan rutin. Tantangan demi tantangan biasanya akan menumbuhkan kegairahan
untuk mengatasinya.
d.
Tanggung
Jawab (Responsibility)
Adanya rasa ikut serta memiliki akan menimbulkan motivasi untuk turut
merasa bertanggung jawab
e.
Pengembangan
(Development)
Pengembangan kemampuan seseorang, baik dari pengalaman kerja atau
kesempatan untuk maju, dapat menjadi stimulus kuat bagi karyawan untuk bekerja
lebih giat atau lebih bergairah.
f.
Keterlibatan
(Involvement)
Rasa ikut terlibat dalam suatu proses pengambilan keputusan merupakan
stimulus yang cukup kuat untuk karyawan. Rasa keterlibatan bukan saja
menciptakan rasa memiliki dan rasa turut bertanggung jawab, tetapi juga
menimbulkan rasa turut mawas diri untuk bekerja lebih baik dan menghasilkan
produk yang lebih bermutu.
g.
Kesempatan
(Opportunity)
Kesempatan untuk maju dalam bentuk jenjang karir yang terbuka, dari
tingkat bawah sampai tingkat manajemen puncak merupakan stimulus yang cukup
kuat bagi karyawan. Bekerja tanpa harapan atau kesempatan untuk meraih kemajuan
atau perbaikan nasib tidak akan menjadi stimulus untuk berprestasi atau bekerja
produktif.
5.
Pola Motivasi
Setiap orang cenderung mengembangkan pola motivasi tertentu
sebagai hasil dari lingkungan budaya tempat orang itu hidup. Pola ini merupakan
sikap yang mempengaruhi cara orang-orang memandang pekerjaan dan menjalani
kehidupan mereka. Empat pola motivasi yang sangat penting adalah prestasi,
afiliasi, kompetensi dan kekuasaan.
a.
Motivasi prestasi
Motivasi prestasi adalah dorongan dalam diri orang-orang
untuk mengatasi segala tantangan dan hambatan dalam upaya mencapai tujua. Orang
yang memilki dorongan ini ingin berkembang dan tumbuh, serta ingi maju
menelusuri tangga keberhasilan. Penyelesaian sesuatu merpakan hal yang penting
demi penyelesaian itu sendiri, tidak untuk imbalan yang menyertainya
Sejumlah karakteristik menunjukkan pegawai yang
berorientasi prestasi. Mereka bekerja keras apabila mereka memandang bahwa
mereka akan memperoleh kebanggaan pribadi atas upaya mereka, apabila hanya
terdapat sedikit resiko gagal dan apabila mereka mendapat balikan spesifik
tentang prestasi dimasa lalu. Sebagai manager mereka cenderung mempercayai
bawahan mereka, mau berbagi dan menerima gagasan secara terbuka, menetapkan
tujuan tinggi dan berharap bahwa pegawainya juga akan berorientasi prestasi
b.
Motivasi afiliasi
Motivasi afiliasi adalah dorongan untuk berhubungan dengan
orang lain atas dasar social. Perbandingan antara pegawai yang bermotivasi
karena prestasi dengan pegawai yang termotivasi karena afiliasi menggambarkan
bagaimana kedua pola itu mempengaruhi perilaku. Orang-orang yang bermotivasi
prestasi bekerja lebih keras apabila penyelia mereka menyediakan penilaian
rinci tentang perilaku kerja mereka. Akan tetapi orang-orang yang bermotivasi
afiliasi bekerja lebih baik apabila mereka dipuji karena sikap dan kerja sama
mereka yang menyenangkan. Orang-orang yang bermotivasi prestasi memilih
pembantunya yang berkemampuan teknis, dan kurang memperhatikan perasaan pribadi
tentang mereka, tetapi mereka menerima kepuasan batin karena berada di
lingkungan sahabat dan mereka meninginkan keleluasaan untuk membina hubungan
ini dalam pekerjaan
c.
Motivasi Kompetensi
Motivasi kompetensi adalah dorongan untuk mencapai
keunggulan kerja, meningkatkan ketrampilan pemecahan masalah, dan berusaha
keras untuk inovatif. Pilihan penting bagi mereka adalah mereka mendapatkan
keuntungan dari pengalaman mereka. Umumnya cenderung melakukan pekerjaan dengan
baik karena kepuasan batin yang mereka rasakan dari melakukan pekerjaan itu dan
penghargaan yang diperoleh dari orang lain.
Orang-orang yang bermotivasi kompetensi juga mengharapkan
adanya hasil yang berkualitas tinggi dari mereka dan mungkin terasa tidak sabar
apabila orang yang bekerja dengan mereka tidak sabar apabila orang orang yang
bekerja dengan mereka tidak melakukan
pekerjaannya dengan hasil yang baik. Nyatanya,
dorongan mereka untuk mencapai
hasil yang baik mungkin sangat besar sehingga mereka cencerung mengabaikan
pentingnya hubungan manusiawi dalam melaksanakan pekerjaan untuk mempertahankan
tingkat keluaran yang nalar.
d.
Motivasi Kekuasaan
Motivasi kekuasaan adalah dorongan untuk mempengaruhi
orang-orang dan mengubah situasi. Orang-orang yang bermotivasi kekuasaan ingin
menimbulkan dampak pada organisasi dan mau memikul resiko yang untuk melakukan
hal itu. Apabila kekuasaan telah diperoleh, hal itu mungkin digunakan secara
konstruktif atau mungkin juga destruktif.
Orang-orang yang bermotivasi kekuasaan merupakan manager
yang istimewa apabila doronga itu lebih tertuju pada kekuasaan lembaga
ketimbang kekuasaan pribadi. Kekuasaan lembaga adalah kebutuhan untuk mempengaruhi perilaku orang-orang
demi kebaikan organisasi secara keseluruhan. Dengan kata lain orang-orang ini
mencari kekuasaan melalui sarana resmi, menduduki jabatan kepemimpinan melalui
prestasi yang berhasil dan karena diterima oleh orang lain. Akan tetapi apabila
dorongan itu tertuju pada kekuasaan pribadi orang yang bersangkutan cenderung
menjadi pemimpin organisasi yang tidak berhasil.
6.
Teori
Motivasi
a.
Teori Abraham
Maslow
Konsep Maslow menyebutkan bila pada suatu saat semua kebutuhan ada,
maka kebutuhan biologis akan terasa paling kuat tuntutan pemenuhannya, sehingga
kebutuhan – kebutuhan yang lain belum terasa tuntutannya (Suyanto, 2009). Dasar
teori ini adalah bahwa manusia merupakan mahkluk sosial yang mempunyai
keinginan. Manusia di motivasi oleh suatu keinginan untuk memuaskan berbagai
kebutuhan. Bila kebutuhan tidak terpuaskan akan mempengaruhi tingkah laku
manusia tersebut, namun bila sudah terpenuhi, maka kebutuhan tersebut tidak
lagi menjadi motivator.
Maslow mengatakan bahwa kebutuhan individu dapat disusun dalam suatu
hierarki kebutuhan sebagai berikut :
1). Kebutuhan fisiologis
Kepuasan
kebutuhan fisiologis biasanya dikaitkan dengan uang. Hal ini berarti bahwa orang tidak tertarik pada uang
semata, tetapi sebagai alat yang dapat dipakai untuk memuaskan kebutuhan lain.
Termasuk kebutuhan fisiologis adalah makan, minum, pakaian, tempat tinggal, dan
kesehatan.
2). Kebutuhan keselamatan atau keamanan
Kebutuhan
keselamatan atau keamanan dapat timbul secara sadar atau tidak sadar. Termasuk
kebutuhan ini adalah kebebasan dari intimidasi baik kejadian atau lingkungan.
3). Kebutuhan
sosial atau afiliasi
Termasuk
kebutuhan ini adalah kebutuhan akan teman, afiliasi, interaksi, dan cinta.
4). Kebutuhan
penghargaan atau rekognisi
Motif
utama yang berhubungan adalah prestisi dan kekuasaan.
5). Kebutuhan
aktualisasi diri
Kebutuhan
untuk memenuhi diri sendiri dengan penggunaan kemampuan maksimum, ketrampilan,
dan potensi.
Oleh karena itu, di dalam memandang sebuah
masalah yang muncul pada staf keperawatan seperti kurangnya melaksanakan
pendokumentasian asuhan keperawatan, sebagai manajer dapat meninjau
permasalahan tersebut menurut teori kebutuhan dasar Maslow (Suyanto, 2009).
b.
Teori
Dua Faktor
Herzberg berpendapat bahwa ada dua faktor yang mempengaruhi perilaku
manusia di dalam organisasi. Faktor pertama adalah faktor yang dapat
menyebabkan kepuasan manusia bekerja dan faktor kedua adalah faktor yang
menyebabkan ketidakpuasan manusia bekerja. Faktor pertama disebut motivator
atau pembawa kepuasan, yaitu : prestasi, rekognisi, pekerjaan itu sendiri,
tanggung jawab, kesempatan untuk meningkatkan karir. Faktor kedua disebut
hygiene atau pembawa ketidakpuasan atau faktor yang dapat mencegah terjadinya
ketidakpuasan kerja, yaitu hubungan interpersonal dengan bawahan, hubungan
interpersonal dengan atasan, hubungan interpersonal dengan rekan sekerja,
supervisi teknis, kebijakan dan administrasi, kondisi kerja, dan gaji (Danim, 2004).
c.
Teori
X-Y Mc Gregor
Mc.Gregor mengatakan bahwa terdapat dua sikap dasar pada manusia. Sikap
seseorang akan mempengaruhi motivasi sehingga akan mempengaruhi
produktivtasnya. Sikap dasar tersebut adalah (Suyanto, 2009):
1). Sikap dasar yang
dilandasi oleh teori:
Teori ini
berasumsi bahwa pada hakekatnya kebanyakan manusia lebih suka diawasi dari pada diberi kebebasan. Mereka
tidak senang menerima tanggung jawab, malas, dan selalu ingin aman saja.
Motivasi kerja mereka yang utama adalah uang dan keuntungan finansial. Kelompok
ini mau bekerja karena ada imbalan atau hadiah. Pimpinan yang mendasarkan
tindakannya atas teori X cenderung mengadakan pengawasan secara ketat terhadap
bawahannya sehingga banyak melakukan hukuman atau ganjaran. Penggunaan teori
ini pada umumnya diterapkan di ruang perawatan yang belum mempunyai tenaga
perawatan profesional dan kesejahteraan belum cukup.
2). Sikap dasar yang dilandasi oleh teori
Teori ini berasumsi bahwa pada hakekatnya kebanyakan manusia suka
bekerja. Bekerja merupakan kegiatan alami seperti halnya bermain. Sikap dasar
ini juga beranggapan bahwa kontrol terhadap diri sendiri merupakan suatu hal
yang esensial. Pimpinan yang mendasarkan tindakan manajemen pada teori Y akan
lebih terbuka mendorong bawahannya untuk berinisiatif dan berkembang. Apalagi
bila kesejahteraan yang diterima perawat cukup, lingkungan ruang perawatan
kondusif dan kebijakan rumah sakit mendukung para perawat bekerja, maka
motivasi para perawat akan semakin meningkat.
d.
Teori
Mc. Clelland
Beliau mengembangkan teori
prestasi dan menyimpulkan bahwa motivasi yang terdapat dalam diri seseorang
dipengaruhi oleh tiga kebutuhan (Marquis & Houston, 1998) :
1)
Kebutuhan
akan keberhasilan
Seseorang selalu ingin tampil lebih baik dari sebelumnya. Dorongan
untuk menjadi yang terbaik, mencapai keberhasilan sesuai dengan standar yang
telah ditetapkan dan berjuang untuk sukses. Mereka menyukai adanya tantangan
dalam pekerjaan dan menerima tanggung jawab pribadi atas kesuksesannya atau
kegagalannya. Mereka tidak suka membiarkan masalahnya terselesaikan secara
kebetulan atau diselesaikan oleh orang lain. Mereka juga tidak menyukai
pekerjaan dengan derajat kesukaran yang rendah karena tidak ada tantangannya.
2)
Kebutuhan
akan afiliasi
Seseorang memiliki keinginan untuk membentuk persahabatan, cinta dan
rasa memiliki. Mereka berkeinginan untuk disukai dan diterima oleh orang lain,
selalu berjuang untuk persahabatan sehingga lebih menyukai situasi yang
kooperatif. Mereka berkeinginan untuk memiliki hubungan yang penuh pengertian
dan saling menguntungkan.
3)
Kebutuhan
akan kekuasaan
Pada diri seseorang timbul keinginan untuk mengontrol dan mempengaruhi
orang lain. Kebutuhan untuk membuat orang lain berperilaku dengan cara yang dia
kehendaki. Mereka lebih menyukai ditempatkan pada posisi yang kompetitif dan
berorientasi pada prestise.
Dalam penerapannya di ruang perawatan, maka pimpinan harus
memperhatikan bahwa rasa persaudaraan, sikap kompetitif, pengakuan serta
penghargaan atas pelaksanaan tugas keperawatan yang baik harus diapresiasi agar
motivasi terus tumbuh dari diri perawat.
e.
Proces theoris of motivation
Teori ini berfokus pada cara mengontrol atau mempengaruhi perilaku
seseorang. Berikut ini akan dibahas empat teori proses motivasi tersebut
(Suyanto,2009):
1)
Penguatan (Reinforcement)
:
Perilaku yang
memuaskan harus dikuatkan dan dipuji untuk meningkatkan dorongan mengulang
kembali perilaku tersebut. Jadi perilaku yang positif harus diberikan dukungan
penguatan agar menjadi sebuah motivasi di kemudian hari. Para perawat yang
telah bertugas memberikan asuhan keperawatan yang terbaik pada pasien hendaknya
diberi reinforcement sehingga tugas
memberikan asuhan yang terbaik menjadi bertambah baik karena munculnya
motivasi.
Beberapa
rumah sakit memberikan penguatan dengan cara memilih perawat teladan setiap
tahunnya dan disebar luaskan sebagai bentuk penguatan bagi perawat yang
bersangkutan dan menjadi motivasi bagi perawat lain untuk bekerja dengan
sebaik-baiknya agar menjadi perawat teladan.
2)
Penghargaan
(Expectacy):
Penghargaan
adalah tingkat penampilan tertentu terwujud melalui usaha tertentu. Teori ini
meyakini bahwa individu termotivasi oleh harapan yang akan datang, sehingga
beberapa orang melakukan pekerjaannya dengan baik. Perawat yang telah
menjalankan tugasnya secara profesional kiranya perlu mendapat penghargaan baik
material seperti kenaikan gaji, mendapat bonus atau kenaikan pangkat.
Penghargaan juga dapat diberikan dalam bentuk non material seperti memberi bea
siswa untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi.
3)
Keadilan
(Equity)
Keadilan adalah usaha atau kontribusi yang diberikan dihargai sama
dengan penghargaan yang telah diberikan pada orang lain. Dengan perlakuan yang
adil tidak akan merubah perilaku tetapi sebaliknya perlakuan yang tidak adil
akan merubah perilaku. Jika seseorang telah memiliki motivasi yang tinggi tidak
mendapat keadilan sesuai dengan kontribusi yang telah diberikan maka
perilakunya akan berubah dan motivasinya akan turun.
Untuk itu
pimpinan keperawatan dalam memberikan tugas hendaknya memperhatikan aspek
keadilan. Seorang perawat yang baru bertugas di sebuah ruang perawatan pada
awalnya akan memiliki motivasi yang tinggi, tetapi lambat laun motivasi
tersebut akan turun manakala kontribusi yang diberikan tidak dihargai secara
adil sebagaimana mestinya.
4)
Penetapan
tujuan (Goal Setting)
Saat bekerja seseorang akan memiliki motivasi yang tinggi jika tugas
dan tanggung jawabnya ditetapkan dengan jelas meliputi lima komponen, yaitu
a)Spesifik, seorang perawat memiliki tugas
dan tanggung jawab yang khusus dan jelas. Bila seorang perawat tidak memiliki
spesifikasi kerja yang jelas, hanya menunggu perintah saja, tidak memiliki
kewenangan, maka pada saatnya nanti akan timbul kejenuhan yang mempengaruhi
motivasinya. b) Measurable, profesi
keperawatan memiliki standar profesi yang harus dijalankan secara profesional.
Standar tersebut disusun sebagai pedoman dan alat ukur seorang perawat dalam
memberikan asuhan keperawatan pada pasien. Apabila standar keperawatan
diberlakukan dalam pemberian asuhan keperawatan, maka akan menciptakan motivasi
kerja secara profesional karena hasil pekerjaan akan mudah diukur baik dan
buruknya.c) Achievable kemampuan
kerja yang menjadi tolak ukur para perawat di supervisi dan dilakukan penilaian sehingga pada akhirnya
akan terpantau prestasi kerja masing-masing perawat. Hal ini akan menumbuhkan
motivasi kerja sebab seluruh aktivitas pelayanan keperawatan yang dilakukan
mendapat perhatian dari pihak manajemen.d) Realistik,
pendokumentasian asuhan keperawatan yang baik akan dilakukan oleh perawat bila
perbandingan tenaga dan sarana serta beban yang tersedia sebanding. e) Tim
Bound, tugas keperawatan merupakan tugas yang sangat komplek dan
membutuhkan kolaborasi dengan sesama perawat atau dengan tim kesehatan lainnya.
Jalinan kerjasama yang baik antara tim kesehatan akan menciptakan keserasian
dan mengurangi konflik sehingga tugas asuhan keperawatan akan tuntas.
Sumber Pustaka
Danim, S. (2004). Motivasi kepemimpinan & efektivitas kelompok.
Cetakan pertama. Jakarta: PT Rineka Cipta.
Davis K
& Newstrom John.W. 1985.Perilaku dalam Organisasi, Ed7 Jakarta: .Penerbit
Erlangga.
Marquis & Houston.
(1998). Leadership roles and management
functions in nursing theory and application. Third edition. New York.
Lippincott.
Nursalam. (2002). Manajemen keperawatan aplikasi dalam praktik
keperawatan profesional Jakarta: Salemba Medika
________ (2001). Proses & dokumentasi keperawatan konsep
dan praktik.
Siswanto, H.B. (2009). Pengantar manajemen.
Cetakan kelima. Jakarta: PT Bumi Aksara.
Suyanto. (2009). Kepemimpinan dan manajemen keperawatan di rumah
sakit. Jogjakarta: Mitra Cendekia.
Swansburg, R.C. &
Swansburg, J.R. (1999). Introductory
management and leadership for nurses.
Second edition. Toronto: Jones and Bartlett Publisher.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar