COMMITMENT IN LEADERSHIP
Oleh:
FEBRIANA SABRIAN
Contoh kasus:
JAKARTA | Surya Online - Tudingan adanya praktek mafia hukum di tubuh Polri dalam penanganan kasus money laundring oknum pegawai pajak bernama Gayus Halomoan Tambunan semakin melebar. Tak hanya Polri dan para penyidiknya, Kejaksaan Agung dan tim jaksa peneliti pun turut gerah dengan tudingan Susno Duadji yang mulai merembet ke mereka. Mereka (tim jaksa peneliti) pun bersuara mengungkap kronologis penanganan kasus Gayus.
Kasus bermula dari kecurigaan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) terhadap rekening milik Gayus di Bank Panin. Polri, diungkapkan Cirrus Sinaga, seorang dari empat tim jaksa peneliti, lantas melakukan penyelidikan terhadap kasus ini. Tanggal 7 Oktober 2009 penyidik Bareskrim Mabes Polri menetapkan Gayus sebagai tersangka dengan mengirimkan Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP).
Dalam berkas yang dikirimkan penyidik Polri, Gayus dijerat dengan tiga pasal berlapis yakni pasal korupsi, pencucian uang, dan penggelapan. “Karena Gayus seorang pegawai negeri dan memiliki dana Rp. 25 miliar di Bank Panin. Kok bisa pegawai negeri yang hanya golongan III A punya uang sebanyak itu,” kata Cirrus mengungkap alasan mengapa awalnya Gayus dijerat tiga pasal berlapis.
Seiring hasil penelitian jaksa, hanya terdapat satu pasal yang terbukti terindikasi kejahatan dan dapat dilimpahkan ke Pengadilan, yaitu penggelapannya. Itu pun tidak terkait dengan uang senilai Rp.25 milliar yang diributkan PPATK dan Polri itu. Untuk korupsinya, terkait dana Rp.25 milliar itu tidak dapat dibuktikan sebab dalam penelitian ternyata uang sebesar itu merupakan produk perjanjian Gayus dengan Andi Kosasih. Pengusaha garmen asal Batam ini mengaku pemilik uang senilai hampir Rp.25 miliar di rekening Bank Panin milik Gayus.
Dari perkembangan proses penyidikan kasus tersebut, dikatakannya, ditemukan juga adanya aliran dana senilai Rp 370 juta di rekening lainnya di bank BCA milik Gayus. Uang itu diketahui berasal dari dua transaksi dari PT.Mega Cipta Jaya Garmindo. PT. Mega Cipta Jaya Garmindo dimiliki oleh pengusaha Korea, Mr. Son dan bergerak di bidang garmen.
Setelah diteliti dan disidik, uang itu merupakan penggelapan pajak murni. Itu uang untuk membantu pengurusan pajak pendirian pabrik garmen di Sukabumi. Tapi setelah dicek, pemiliknya Mr Son, warga Korea, tidak tahu berada di mana. Tapi uang masuk ke rekening Gayus. Tapi ternyata dia nggak urus (pajaknya). Uang itu tidak digunakan dan dikembalikan, jadi hanya diam di rekening Gayus,” jelas Cirrus. Berkas Gayus pun dilimpahkan ke pengadilan. “Jaksa lalu mengajukan tuntutan 1 tahun dan masa percobaan 1 tahun,” lengkap jaksa penuntut umum Antasari itu.
Pembahasan
Dari contoh kasus di atas, kita dapat melihat absennya nilai komitmen pada diri Gayus Halomoan Tambunan sehingga apa yang dilakukannya tidak sejalan dengan tujuan organisasi/instansi tempatnya bekerja, yaitu Direktorat Jenderal Pajak. Sebagai sebuah institusi pemerintah, Direktorat Jenderal Pajak memiliki visi untuk menyelenggarakan sistem administrasi perpajakan modern yang efektif, efisien, dan dipercaya masyarakat dengan integritas dan profesionalisme yang tinggi. Visi ini diharapkan dapat terwujud melalui misi menghimpun penerimaan pajak negara berdasarkan Undang-undang Perpajakan yang mampu mewujudkan kemandirian pembiayaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara melalui sistem administrasi perpajakan yang efektif dan efisien (Ditjen Pajak, 2010).
Dengan dicetuskannya visi dan misi Direktorat Jenderal Pajak tersebut, diharapkan semua elemen yang berada di dalamnya memiliki komitmen untuk bersama-sama mewujudkan tujuan institusi. Tetapi hal ini kiranya tidak sejalan dengan apa yang akhir-akhir ini marak diberitakan di media massa, dilakukan oleh Gayus.
Komitmen merupakan sebuah kata yang akrab didengar maupun sering diucapkan. Apakah sebenarnya komitmen itu? Dalam arti kontekstualnya komitmen berarti memenuhi janji atau bertanggung jawab (Salimah, 2009). Komitmen mempunyai makna yang sangat besar bagi setiap organisasi. Untuk dapat meraih cita-cita ataupun tujuan, diperlukan komitmen semua pelaku dalam organisasi tersebut.
Menurut Luthans (1995) dalam Wikipedia (2009), komitmen organisasi didefinisikan sebagai keinginan yang kuat untuk mempertahankan seorang anggota organisasi tertentu; sebuah kemauan yang kuat untuk berusaha mempertahankan nama organisasi; dan keyakinan tertentu, penerimaan nilai dan tujuan organisasi. Hal ini merupakan sikap yang merefleksikan loyalitas karyawan pada organisasi dan proses berkelanjutan di mana anggota organisasi mengekspresikan perhatiannya terhadap organisasi dan keberhasilan serta kemajuan yang berkelanjutan.
Meyer dan Allen (1991) dalam Karina (2009) merumuskan suatu definisi komitmen dalam berorganisasi sebagai suatu konstruk psikologis yang merupakan karakteristik hubungan anggota organisasi dengan organisasinya dan memiliki implikasi terhadap keputusan individu untuk melanjutkan keanggotaannya dalam berorganisasi. Berdasarkan definisi tersebut anggota yang memiliki komitmen terhadap organisasinya akan lebih dapat bertahan sebagai bagian dari organisasi dibandingkan anggota yang tidak memiliki komitmen terhadap organisasi.
Pendekatan lain mengenai definisi komitmen yaitu kemampuan dan kemauan untuk menyelaraskan perilaku pribadi dengan kebutuhan, prioritas dan sasaran organisasi. Ini mencakup cara-cara mengembangkan tujuan atau memenuhi kebutuhan organisasi. Intinya adalah mendahulukan misi organisasi dari kepentingan pribadi (Indosdm.com, 2010).
Komponen-komponen Komitmen dalam Organisasi
Menurut Michael Amstrong dalam Salimah (2009), komitmen memiliki tiga komponen:
1. Penyatuan dengan tujuan dan nilai-nilai perusahaan/organisasi. Artinya bahwa semua anggota organisasi harus menyatukan tujuan masing-masing individu dengan tujuan perusahaan. Setiap anggota organisasi harus menerapkan nilai-nilai yang ada di organisasi tersebut.
2. Keinginan untuk tetap bersama dalam perusahaan/organisasi. Anggota yang dinyatakan memiliki komitmen adalah anggota yang ingin tetap berada dalam organisasi tersebut. Sebagai contoh, karyawan yang berkomitmen terhadap sebuah perusahaan, akan memiliki keinginan untuk tetap berada di dalam perusahaan tersebut. Jika ia mencari perusahaan lain, berarti komitmennya diragukan.
3. Kesediaan untuk bekerja keras atas nama organisasi. Seseorang yang memiliki komitmen dalam organisasi akan bersedia untuk mengeluarkan kemampuan terbaiknya dan bekerja keras untuk kemajuan organisasi tersebut.
Dimensi Komitmen Organisasi
Meyer dan Allen (1997) dalam Karina (2009) mengemukakan tiga dimensi komitmen dalam berorganisasi:
1. Affective commitment. Hal ini berkaitan dengan hubungan emosional anggota terhadap organisasinya, identifikasi dengan organisasi, dan keterlibatan anggota dengan kegiatan di organisasi. Anggota organisasi dengan affective commitment yang tinggi akan terus menjadi anggota dalam organisasi karena memang memiliki keinginan untuk itu. Komitmen afektif seseorang akan menjadi lebih kuat bila pengalamannya dalam suatu organisasi konsisten dengan harapan-harapan dan memuaskan kebutuhan dasarnya dan sebaliknya.
2. Continuance commitment. Dimensi ini berkaitan dengan kesadaran anggota organisasi akan mengalami kerugian jika meninggalkan organisasi. Anggota organisasi dengan continuance commitment yang tinggi akan terus menjadi anggota dalam organisasi karena mereka memiliki kebutuhan untuk menjadi anggota organisasi tersebut. Konsep dimensi ini menekankan pada sumbangan yang dapat diberikan seseorang yang sewaktu-waktu dapat hilang jika orang itu meninggalkan organisasi. Tindakan meninggalkan organisasi menjadi sesuatu yang berresiko tinggi karena orang merasa takut akan kehilangan sumbangan yang mereka tanamkan pada organisasi itu dan menyadari bahwa mereka tak mungkin mencari gantinya.
3. Normative commitment. Dimensi ini menggambarkan perasaan keterikatan untuk terus berada dalam organisasi. Anggota organisasi dengan normative commitment yang tinggi akan terus menjadi anggota dalam organisasi karena merasa dirinya harus berada dalam organisasi tersebut. Komitmen normatif bisa dipengaruhi beberapa aspek antara lain sosialisasi awal dan bentuk peran seseorang dari pengalaman organisasinya.
Indikator Perilaku Komitmen
Seseorang yang berkomitmen terhadap sebuah organisasi akan mengindikasikan perilaku sebagai berikut yang tercermin dalam rentang skala (-1) – (4):
(-1) Mengabaikan norma-norma organisasi
a. Mengabaikan atau memberontak terhadap norma-norma organisasi.
(0) Tidak tampak atau hanya menunjukkan usaha yang minimal
a. Memberikan usaha yang minimal agar cocok di organisasi atau agar tetap memiliki pekerjaan tersebut.
(1) Melakukan usaha penyesuaian
a. Melakukan upaya agar cocok di organisasi dan melakukan apa yang diharapkan.
b. Menghormati norma organisasi, menuruti peraturan dan ketentuan yang berlaku.
(2) Meneladani kesetiaan
a. Membantu orang lain menyelesaikan pekerjaan mereka.
b. Menghormati dan menerima hal yang dianggap penting oleh atasan.
c. Bangga menjadi bagian dari organisasi.
d. Peduli tentang citra organisasi.
(3) Mendukung organisasi secara aktif
a. Bertindak untuk mendukung misi dan tujuan organisasi.
b. Membuat pilihan dan prioritas untuk memenuhi kebutuhan/misi organisasi dan menyesuaikan diri dengan misi organisasi.
(4) Melakukan pengorbanan pribadi
a. Menempatkan kepentingan organisasi di atas kepentingan sendiri.
b. Melakukan pengorbanan dalam hal pilihan pribadi misalnya identitas profesional, urusan keluarga.
c. Mendukung keputusan yang menguntungkan organisasi meskipun keputusan tersebut tidak disenangi.
Jika melihat pada contoh kasus Gayus yang telah dibicarakan sebelumnya, merujuk kepada indikator perilaku komitmen, maka Gayus hanya berada pada rentang skala 0. Gayus mungkin telah memberikan usaha yang minimal agar cocok di organisasi atau agar tetap memiliki pekerjaan tersebut, tetapi penggelapan yang telah dilakukannya tidak mematuhi peraturan dan ketentuan yang berlaku di organisasi serta tidak mendukung misi dan tujuan organisasi.
Komitmen dalam Konteks Keperawatan
Yoder-Wise dan Kowalski (2006) berpendapat bahwa bagian dari karakter yang kuat adalah kemampuan untuk membuat dan menjaga komitmen. Untuk memperoleh kesuksesan, leaders perlu untuk memahami konsep dari komitmen, termasuk kapan saatnya untuk membuat komitmen dan kapan untuk mengakhirinya (Sull, 2003 dalam Yoder-Wise dan Kowalski, 2006).
Banyak contoh dimana individu berjanji pada diri sendiri dan berkomitmen akan sesuatu hal, tetapi tidak dapat mempertahankannya sampai akhir. Maxwell (1999) dalam Yoder-Wise dan Kowalski (2006) mengatakan bahwa komitmen adalah kemauan dari fikiran untuk menyelesaikan segala hal yang telah dimulai oleh perasaan, sehingga janji yang telah dibuat dapat terlaksana. Dalam hal ini, walaupun sesuatu tidak lagi dapat memberikan kesenangan kepada individu, malah seseorang harus merelakan waktunya dan bekerja keras, seorang leader akan tetap commit untuk melaksanakan janjinya. Perbedaan antara individu yang sukses dengan yang tidak bukanlah terletak pada kurangnya pengetahuan atau keterampilan, melainkan pada kurangnya komitmen.
Komitmen dalam konteks keperawatan dapat diperlihatkan dalam berbagai aspek:
1. Bagi perawat pelaksana
Komitmen adalah kemauan untuk kembali kepada situasi dan rutinitas dimana perawat tak henti-hentinya mendapatkan tantangan dari pasien.
2. Bagi manajer perawat
Komitmen adalah kemamuan untuk mengarahkan anggota-anggotanya.
3. Bagi pendidik/pengajar
Komitmen adalah kemamuan untuk menjadi antusias akan konten yang telah berkali-kali diajarkan selayaknya hal tersebut baru diberikan pertama kali dan selalu menemukan hal-hal baru yang menarik dalam rentang waktu tersebut Yoder-Wise dan Kowalski (2006).
Banyak kolega keperawatan yang berbicara mengenai komitmen terhadap kualitas pelayanan keperawatan, tetapi tindakan nyatalah yang kemudian memisahkan individu yang sebenar-benarnya memiliki komitmen dengan yang tidak. Apabila leaders berkeinginan untuk membuat perubahan pada hidup seseorang, mereka harus menunjukkan komitmen kepada orang lain.
Menurut Michelman (2004) dalam Yoder-Wise dan Kowalski (2006), leaders dapat bertanya pada dirinya sendiri untuk mengeksplorasi komitmen dan rasa bahagia dalam dirinya. Diantaranya yaitu: apakah seorang leader bekerja karena upah yang tinggi, karena status, atau karena pekerjaan memberikan mereka perasaan mengendalikan? Apakah ia benar-benar peduli terhadap perawat-perawat? Apakah ia berkeinginan untuk menumbuhkembangkan kemampuan perawat agar dapat memberikan pelayanan berkualitas seperti yang akan dilakukannya seandainya ia adalah seorang perawat pelaksana? Apakah seorang leader memahami kenapa ia terpilih untuk menempati posisi pimpinan?
Seorang leader perlu untuk mengevaluasi dan mengenali diri sehingga tidak berujung kepada kegagalan proses leadership. Menurut Michelman (2004) dalam Yoder-Wise dan Kowalski (2006), banyak orang yang ingin menjadi CEO, tetapi tidak mau melaksanakan tugas dan tanggung jawab seorang CEO. Begitu juga di dalam konteks keperawatan, banyak leader yang ingin menjadi seorang CNO, tetapi tidak ingin melaksanakan tugas dan tanggung jawab seorang CNO.
Daftar Pustaka
Direktorat Jenderal Pajak. (2010). Visi dan Misi Direktorat Jenderal Pajak. Diakses pada http://www.pajak.go.id/index.php?option=com_content &view=article&id=92&Itemid=116 pada tanggal 30 Maret 2010 pukul 19.30.
Indosdm. (2008). Kamus Kompetensi: Komitmen Organisasi (Organizational Commitment). Diakses pada http://indosdm.com/kamus-kompetensi-komitmen-organisasi-organization-commitment pada tanggal 25 Maret 2010 pukul 18.30.
Karina. (2009). Komitmen Organisasi. Diakses pada http://rumahbelajarpsikologi. com/index.php/komitmen-organisasi.html pada tanggal 25 Maret 2010 pukul 18.30
Salimah, Siti. (2009). Membangun Komitmen Organisasi. Diakses pada http://indosdm.com/komponen-komponen-komitmen-dalam-organisasi pada tanggal 25 Maret 2010 pukul 18.30.
Surya Online. (2010). Kronologi Kasus Gayus Versi Kejaksaan. Diakses pada http://www.surya.co.id/2010/03/22/kronologi-kasus-gayus-versi-kejaksaan. html pada tanggal 25 Maret 2010 pada pukul 18.30.
Wikipedia. (2009). Komitmen organisasi. Diakses pada http://id. wikipedia.org /wiki/Komitmen_organisasi pada tanggal 25 Maret 2010 pukul 18.30.
Yoder-Wise, P.S. & Kowalski, K.E. (2006). Beyond Leading and Managing: Nursing Administration for the Future. St.Louis : Mosby Elsevier Inc.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar